Rabu, 06 Juli 2011

Gelembung Pasar Properti RI, Mungkinkah Bisa Pecah?

Jakarta - Pertumbuhan pasar properti sepanjang semester I-2011 luar biasa, dengan kenaikan harga bisa mencapai kenaikan 20% hanya dalam waktu enam bulan. Namun para pemain industri properti meyakini gelembung harga properti tidak akan pecah.

Bahkan kenaikan ini diprediksi terus berlanjut hingga 2012, seiring dengan pertumbuhan pasar properti. Dengan dukungan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat, serta suku bunga yang relatif terjaga, menjadikan pasar properti terus merangkak naik.

Bagaimana pandangan pelaku industri properti terhadap pasar Indonesia? Serta potensi bubble akibat melajunya pembangunan, khususnya di kota-kota besar macam Jakarta?

Berikut wawancara detikFinance Direktur PT Ciputra Property Tbk (CTRP), Artadinata Djangkar di Marketing Galery Ciputra World tahap II , Jalan DR Satrio Jakarta, Selasa (5/7/2011).

Pertumbuhan pasar properti hingga semester I tahun ini apakah lebih baik dari tahun sebelumnya? Apakah tren pertumbuhan masih bisa terjadi hingga akhir tahun?

Kami sebagai pemain properti selalu menangkap tanda-tanda pasar. Pada semester I ini tercermin dengan kenaikan harga yang relatif tinggi, boleh dibilang luar biasa. Pada Ciputra World harga sudah ada kenaikan 20% dalam enam bulan pertama.

Tidak hanya kami, pemain lain juga mengalami hal yang sama. Contoh Alam Sutera, juga mencapai penjualan yang memenuhi target. Ini merupakan tanda-tanda positif.

Pasar properti sangat sensitif dengan tingkat suku bunga. Apakah ada potensi suku bunga naik, hingga berpengaruh kepada pertumbuhan sektor properti?

Suku bunga akan naik, namun tidak signifikan, bahkan akan stabil. Ini terjadi sampai dengan tahun depan dan market properti masih akan sangat kuat.

Pasar properti saat ini merupakan suatu opportunity baru. Ini tidak selamanya hingga kami akan memanfaatkan window opportunity ini. Untuk itulah kami perkenalkan proyek baru, Ciputra World tahap II.

Ciputra World II bukan satu-satunya proyek di tahun ini. Demi memanfaatkan kesempatan ini, kami akan luncurkan satu proyek lagi pada akhir tahun. Proyek lain di daerah Slipi hasil join operation. Ini akan berbentuk strata title kantor dan shop house, semacam rukan. Akan ada investasi tersendiri.

Dengan developer yang terus membangun, apa tidak berpotensi terjadi bubble?

Bubble tidak. Karena market properti Indonesia sangat unik. Market masih tertutup, dan belum ada kepemilikan asing yang signifikan. Ini membuat properti Indonesia tidak rentan kepada bubble.

Bubble juga tidak terjadi karena kita memiliki rem alamiah. Yaitu sekarang bank secara hati-hati memberi pinjaman kepada dunia properti. Dengan kata lain selektif. Tidak seperti jaman sebelum krisis tahun 1998. Kalau developer ingin membangun, harus percaya kepada market. Ga bisa bangun kalau market ga ada. Ga seperti dulu.

Maka dengan ini, kami tidak percaya akan bubble. Kalau market melemah, maka developer akan menambah remnya.

Bagaimana dengan pertumbuhan landed houses?

Kami pikir akan positif juga. Tidak hanya apartemen. Perumahan dan ritel lain-lain juga akan mengalami pertumbuhan. Ciputra juga akan fokus pada dua-duanya.

Konsep theme park pada pada beberapa developer apa bisa mendukung daya beli masyarakat dalam pasar properti?

Theme park akan berhasil apabila masyarakat telah memiliki income tertentu. Mereka sudah berfikir mengenai hiburan. Itu sebabnya kami buat theme park di dalam Ciputra World yang saat ini sedang dibangun.

Gejala yang sama terjadi pada Trans, yang membangun Trans Studio. Ini semua sama, yaitu menangkap daya beli masyarakat yang telah lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Potensi pertumbuhan properti dengan konsep strata tittle seperti apa? Apakah sama baiknya dengan unit properti sewa, baik apartemen ataupun perkantoran?

Konsep ini memang memungkinkan kepemilikan. Ini menjadi sub market yang ada. Perusahaan-perusahaan tertentu lebih rela beli dari pada sewa. Jadi kami anggap bagian market yang ada.

Perizinan tidak menjadi kendala, karena Undang-Undang rumah susun dan tata laksananya sudah ada sejak tahun 1990. Ini menjadi latar belakang dan sampai sekarang tidak ada masalah. Tapi timbul masalah saat ada kekompakan penghuni dalam pemeliharaan. Ini bukan payung hukum, tapi manajemennya. Manajemen pun perlu pendewasaan.

Potensi kepemilikan asing pada unit properti di Indonesia, apakah menambah risiko bubble?

Kami melihat sisi positif (kepemilikan asing) lebih banyak. Kita lihat apa rela, uang dari Indonesia keluar untuk membeli properti di luar. Singapura sepertinya. Tapi uang asing tidak masuk ke properti kita. Ini merasa kurang adil.

Dari sudut pandang itu, kami dukung kepemilikan asing. Kalau risiko bubble harus dikontrol dengan policy-policy tertentu. Tapi secara prinsip sayang sekali uang kita keluar, tapi nggak ada yang masuk.

Infrastruktur jalan, serta transportasi umum sering menjadi kendala pertumbuhan properti di suatu kawasan. Bagaimana developer menanggapi hal tersebut?

Yang paling bijak, developer itu harus support perkembangan secara alamiah. Yaitu demografi, persebaran penduduk seperti yang kita tahu Jakarta. Memang ada problem perkembangan infrastruktur tidak secepat properti.

Jadi kami sangat mendukung pemerintah dalam memecahkan kendala infrastruktur. Seperti jalan layang yang ada di DR Satrio, juga rencana MRT yang katanya akan dimulai 2012.

Infrastruktur menjadi bagian pemerintah. Mereka yang harus ambil inisiatif, mengakomodir, dan melaksanakan proyek-proyek infrastruktur. Kemampuan kami terbatas pada lingkungan properti yang berkaitan. Misal, Ciputra World I, kami memiliki jalan samping dan belakang. Ini kontribusi kami. Tanahnya kami berikan untuk jalan. Tapi dalam skala besar menjadi tugas pemerintah.

(wep/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar