Senin, 18 Juli 2011

Saham Batu Bara Menarik Untuk Jangka Panjang

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Meningkatnya pemintaan global akan diikuti oleh kenaikan harga batu bara. Kinerja saham sektor tambang ini pun akan terdongrak. Inilah alasan saham batu bara menarik untuk jangka panjang.

Analis Samuel Sekuritas Alfatih menilai, kinerja sektor batu bara untuk jangka panjang akan positif, terutama karena permintaan batu bara dunia yang tidak pernah turun. “Demand tetap tinggi, terutama di China dan India, karena energi alternatifnya tidak banyak,” katanya kepada INILAH.COM.

Alfatih menuturkan, kendati perlambatan ekonomi di Eropa menghadang dan terjadi overheating di China, kebutuhan bahanbakuenergi untuk pembangkit-pembangkit listrik di China masih akanmeningkat.

Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu katalisnya. Demikian pula kebutuhan energi untuk menopang aktivitas industri, baik listrik maupun logam berat.

“Pertumbuhan China masih relatif tinggi dan terus mengetatkan likuiditas untukmeredam inflasi, namun negara Tirai Bambu ini akan mengalami soft landing,” ucapnya.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil riset Citigroup, yang menilai, permintaan batu bara dunia masih akan tinggi ke depannya. Selain kebutuhan dari China dan India untuk pembangkit listriknya, faktor curah hujan yang tinggi di Australia, membuat ekspor terganggu.

“Padahal, negara Kangguru ini merupakan salah satu eksportir batubara yang cukup diperhitungkan dunia,” ujar Kim Kwie Sjamsudin, analis dari Citigroup.

Indonesia memang bukan satu-satunya negara eksportir batubara terbesar dunia. Beberapa pesaing di antaranya adalah Australia, Rusia dan Kolombia. Untuk pangsa pasar Asia, Australia merupakan pesaing terberat Indonesia. Bahkan untuk skala produksi, Australia memiliki output yang lebih besar.

Namun, banjir besar yang melanda beberapa negara bagian Australia, terutama sentra pertambangan seperti Queensland dan Brisbane, membuat dominasi Australia dalam memproduksi batubara sedikit terganggu. Keuntungan lain adalah letak geografis Indonesia, yang lebih dekat dengan negara importir India dan China, sehingga biaya pengiriman lebih murah, dibandingkan Australia.

Melesatnya permintaan global, imbuh Kim, akan memicu harga batubara naik, sehingga saham sektor ini pun menarik untuk 12 bulan ke depan.

Untuk harga batubara thermal pada 2012 dan 2013, Citigroup memprediksi adanya kenaikan sebesar 13% dan 36% menjadi US$ 139 dan US$ 148 per ton. Sehingga, proyeksi laba bersih emiten batubara pun ikut naik 10-23% untuk 2012 dan 43-108% pada 2013.

Terkait tingginya permintaan global, Kim meyakini Indonesia, eksportir terbesar batubara dengan pangsa pasar mencapai 33%, mampu memenuhi kebutuhan tersebut. “Produksi batubara nasional bisa mencapai 323 juta ton pada 2015 dan 374 juta ton pada 2020, dibanding 2009 sebesar 190 juta ton,” katanya.

Sementara kementerian ESDM memperkirakan produksi batubara Indonesia lebih tinggi lagi, yakni mencapai 332 juta ton, atau naik 23% YoY pada 2012. Pemerintah menaikkan jatah pasokan batubara untuk pasar lokal atau domestic market obligation (DMO) pada 2012 menjadi 82 juta ton, dipicu peningkatan kebutuhan batubara domestik, khususnya PLN. Dengan perkiraan produksi ini, maka porsi pasokan batubara untuk domestik hanya sekitar 24%.

Di tengah situasi ini, Alfatih menyarankan investor untuk mengakumulasi saham tambang batu bara, seperti Indo Tambangraya Megah (ITMG) dan Bumi Resources (BUMI),”Buy and hold dua emiten ini,”ujarnya.

Sedangkan Kim menjagokan saham BUMI dan Adaro Energy (ADRO), karena dua emiten tersebut akan menjadi eksportir batu bara global terbesar. Adapun rating TB Bukit Asam (PTBA) dinaikkan menjadi buy, dengan target harga direvisi menjadi Rp 27.500,”Rekomendasi beli untuk emiten-emiten ini.” [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar