Selasa, 13 September 2011

Saham Perbankan dan Defensif Bisa Jadi Pilihan

INILAH.COM, Jakarta- Bursa saham Indonesia, Selasa (13/9) berpeluang menguat secara teknikal. Namun, memburuknya situasi eksternal menekan bursa domestik. Saham perbankan dan defensif bisa menjadi pilihan.

Pengamat pasar modal Irwan Ariston Napitupulu mengatakan, IHSG hari ini sebenarnya cenderung bullish. Terlihat dari bentuk grafik daily, yang membentuk Ascending triangle (higher low, dimana level bawah indeks terus naik, namun high-nya stagnan).

“Bentuk ascending triangle ini adalah sinyal konsolidasi. Jika terjadi rebound di bursa global, pola ini yang cepat berubah menjadi bullish jangka pendek,”katanya kepada INILAH.COM.

Sementara secara grafik, IHSG berpeluang tutup gap di bawah yaitu di level 3890, sementara gap atas di level 3947 masih terbuka. “Indikator MACD menunjukkan, masih ada peluang untuk naik, demikian juga dengan RSI,” ujarnya.

Namun, masalah risiko default utang Yunani meningkat. Terlihat dari bond yield Yunani yang melesat dan tidak rasional lagi. Banyak perbankan Eropa yang beli surat utang Yunani, berdampak pada turunnya harga bonds. Bank-bank ini pun harus mendapat suntikan dana. Salah satu penanganannnya adalah ECB harus bantu likuiditas bank-bank yang pegang bonds Yunani. “Namun, hingga kini belum ada kepastian arah yang jelas soal penyelesaian obligasi Yunani,” paparnya.

Sementara kondisi makro ekonomi AS dan Eropa melambat, The Fed akan mengadakan pertemuan FOMC, dimana Ben Bernanke akan mengumumkan kebijakan stimulus moneter. Akhir Agustus lalu di Jackson Hole, Bernanke indikasikan akan meluncurkan program stimulus sebesar US$400 - 500 miliar. Namun, kemungkinan bukan dengan cara pembelian US Treasury.

Irwan menilai, hal inilah yang membuat pasar surat utang berfluktuasi tinggi, terutama karena spekulan obligasi berulah dengan menjual bond jangka pendek di Eropa dan mempengaruhi pasar saham di Eropa yang merambat ke AS dan Asia.

Situasi Yunani sudah mirip dengan situasi AS pada 2008, ketika terjadi krisis Subprime mortgage. Apalagi perbankan Eropa nyaris seperti Lehman Brothers pada 2008, terjepit dengan likuiditas sangat tipis.

Namun, imbuh Irwan, indikator resesi tidak ada, meski terjadi stagnasi di pasar tenaga kerja AS. Ini karena ISM Manufaktur masih melebihi ekspektasi pasar, di atas 50%, sehingga belum ada kontraksi ekonomi. Indeks manufaktur di Jerman juga masih bagus.

Di tengah situasi IHSG membentuk pola ascending triangle, strategi trading buy dekat support dan sell dekat level resistant.

Beberapa saham yang menarik untuk trading adalah perbankan, seperti Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), bank Central Asia (BBCA) dan Bank Negara Indonesia (BBNI). Serta Unilever (UNVR) yang merupakan defensive stock.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (12/9) ditutup anjlok 102,38 poin (2.56%) ke level 3.896,11, dengan intraday terendah di 3.880,69 dan tertinggi di 3.997,22. Perdagangan di Bursa Efek Indonesia didukung volume transaksi sebesar 3,662 miliar lembar saham, senilai Rp 3,328 triliun dan frekuensi 97.852 kali.

Sebanyak 35 saham naik, sisanya 235 saham turun, dan 48 saham stagnan. Koreksi bursa diwarnai dengan keluarnya aliran dana asing, dengan nilai transaksi jual bersih (net foreign sell) tercatat sebesar Rp271 miliar. Rinciannya adalah transaksi jual sebesar Rp1,213 triliun dan transaksi beli mencapai Rp941 miliar. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar