Kamis, 26 Mei 2011

China 'Unjuk Gigi' dengan Internasionalisasi Yuan

Headline
INILAH.COM, Jakarta – China menginternasionalisasi yuan sejak Juli 2009. Negeri Tirai Bambu itu dinilai ‘unjuk gigi’ sebagai negara kuat dan calon ekonomi terbesar dunia pada 2020, menggeser posisi AS.

Bank Sentral China menyatakan, pihaknya telah menambah jumlah eksportir China yang diizinkan mempergunakan yuan untuk melaksanakan transaksi internasional. The People's Bank of China (PBOC) menegaskan, pihaknya sudah melakukan uji coba internasionalisasi yuan sejak Juli 2009.

Sebanyak 365 perusahaan China mempergunakan yuan untuk perdagangan internasional saat pertama kali dirintis. Angka itu telah bertambah besar menjadi 67.539 perusahaan domestik.

Menurut Bank Sentral, nilai dari perdagangan internasional dengan mata uang yuan mencapai 51 miliar dari Juni sampai November 2010 atau lebih dari 7 kali nilai perdagangan pada awal program ini.

China juga telah mengizinkan penggunaan lebih banyak dari mata uangnya untuk transaksi lintas perbatasan guna mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Kenaikan jumlah eksportir China yang berpartisipasi dalam program percobaan ini merupakan langkah maju dalam usaha agar yuan menjadi mata uang internasional.

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi mengatakan, internasionalisasi mata uang yuan, akan menguntungkan China secara politis. Dari sisi ini menurutnya, menunjukkan status China sebagai negara yang kuat. Apalagi, jika secara ekonomi negeri Tirai Bambu itu sudah berhasil menggeser AS sebagai ekonomi terbesar dunia pada 2020.

Lalu, secara ekonomi pun China diuntungkan karena bisa melakukan perdagangan tanpa melibatkan mata uang dolar AS. Sebab, penggunaan mata uang three parties sangat rentan terhadap kerugian selisih kurs. “Karena itu, internasionalisasi mata uang yuan akan mempermudah China dalam transaksi dengan mitra-mitra dagangnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (25/5).

Secara global, langkah China itu akan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Namun demikian, untuk saat ini, negara-negara di dunia masih bisa memilih euro dan yen Jepang sebagai alternatif dolar AS. Internasionalisasi yuan bisa diwujudkan sepenuhnya jika China berhasil menjadi kekuatan ekonomi terbesar pada 2020. “Tapi, secara umum wajar ada harapan yuan China menjadi mata uang internasional,” tambah Eric.

Tapi, lagi-lagi Eric menggarisbawahi, untuk saat ini dari sisi konvertibilitas, yuan China belum bisa menyaingi dolar AS. Sebab, penggunaannya belum seluas mata uang AS. Apalagi, nilai tukar yuan sangat ditentukan oleh Bank Sentral China. “Nilai yuan fixed karena dikontrol oleh PBOC. Kalaupun floating masih dalam kategeori manageable floating,” paparnya.

Dia menegaskan, untuk saat ini, banyak negara yang enggan memperbesar porsi yuan dalam cadangan devisanya. Sebab, negara-negara lain melihat, mata uang yang convertible setelah dolar AS adalah euro dan yen Jepang. “Sebab, pergerakan dolar AS, euro dan yen, sangat floating berdasarkan pergerakan pasar,” ucapnya.

Di sisi lain, likuiditas atau penggunaan dolar AS jauh lebih banyak dibandingkan yuan. Karena itu, Eric memperkirakan, dalam 5 tahun ke depan, yuan masih susah menjadi mata uang internasional. “Itu akan terjadi jika yuan China sudah massif digunakan dan nilai tukarnya floating sesuai pergerakan market,” timpalnya.

Upaya internasionalisasi yuan sebenarnya juga sudah terjadi sejak Chiang Mai Initiative (CMI) ketika negara-negara Asean menjaga ekonomi merea dari krisis 2009. Lalu, ada perjanjian bilateral antara China dengan masing-masing negara di ASEAN. “Perjanjian tersebut memungkinkan yuan jadi alat tukar di negara-negara Asean,” ungkapnya.

Sebelumnya, ada juga perjanjian yuan yang dijual di Hong Kong. Itulah bentuk-bentuk internasionalisasi yuan. Eric mempertanyakan, apakah China akan terus memperkuat yuan seiring akselerasi GDP-nya. Saat ini, yuan diduga undervalue. Artinya, nilai tukar yuan lebih rendah dari harga fundamentalnya. “Diduga, China melakukan ini untuk mendorong pertumbuhan ekspor mereka,” ujarnya.

Di atas semua itu, jika China tidak membiarkan pergerakan mata uangnya floating akan menyulitkan yuan menjadi mata uang internasional. “Sebab, nilai mata uangnya tidak mencerminkan fundamentalnya sehingga tidak convertible jika bertransaksi dengan mata uang tersebut (yuan),” imbuhnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar