Senin, 20 Juni 2011

Faktor Yunani masih menyetir valuta

JAKARTA. Sepekan kemarin, mata uang utama Asia terpuruk akibat terpaan gelombang sentimen negatif dari krisis utang Yunani di Eropa. Rupiah memimpin penurunan mata uang Asia, hingga terlempar ke level Rp 8.590 per dollar AS. Disusul ringgit Malaysia, peso Filipina, dan baht Thailand.

Anjloknya mata uang regional seiring memerahnya bursa Asia. Indeks MSCI Asia Pasifik anjlok ke level terendah dalam tiga bulan terakhir. Aksi jual saham para investor senilai US$ 1,5 miliar di bursa Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand, telah membakar kinerja bursa regional.

Toh, para analis meyakini otot mata uang Asia ke depan masih akan menguat. Penyebabnya, aliran modal investor ke wilayah Asia diprediksi masih berlimpah. "Institute for International Finance awal bulan ini menaikkan proyeksi capital inflow ke wilayah regional untuk tahun 2011 dan 2012," ujar Mochamad Doddy Ariefianto, pengamat ekonomi Universitas Ma Chung, kemarin (19/6).

Sepekan ke depan, Doddy menganalisa mata uang Asia masih akan dipengaruhi kelanjutan penyelesaian Yunani. "Mata uang global, termasuk Asia sedang roller coaster," imbuhnya.

Investor banyak mengambil posisi wait and see, sehingga sentimen sekecil apapun dapat memantik aksi investor.

Di sisi lain, mata uang Asia juga dibayangi hantu inflasi. "Investor menilai rata-rata bunga di Asia masih di bawah tingkat inflasi," ujarnya.

Kondisi ini dikhawatirkan makin meningkatkan konsumsi dan investasi yang berujung ledakan inflasi. Akibatnya, bunga riil terpukul dan investor merugi. Namun, "Pekan ini mata uang regional masih bisa menguat meski tipis," pungkas Doddy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar