Senin, 20 Juni 2011

Rajin eksplorasi, kinerja emiten terangkat

Rajin eksplorasi, kinerja emiten terangkat
JAKARTA. Pemulihan ekonomi dunia yang berjalan lambat telah memantik persepsi pasar, bahwa harga minyak akan jatuh. "Investor khawatir, perusahaan akan kesulitan berekspansi sehingga permintaan minyak menurun," kata Managing Research Indosurya Asset Management Reza Priyambada kepada KONTAN, Jumat (17/6).

Pada Jumat pekan lalu, harga minyak untuk kontrak Juli 2011 di bursa New York sebesar US$ 94,23 per barel. Harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) ini sudah menurun secara bertahap dari harga tertinggi akhir April lalu, yaitu US$ 114,43.

Padahal, menurut Reza, kebutuhan minyak di sektor riil sebenarnya masih sangat tinggi. Alternatif seperti batubara lebih cocok digunakan untuk pembangkit listrik. Sedangkan pabrik masih mengandalkan minyak sebagai bahan bakarnya. "Minyak belum tergantikan," imbuh dia.

Kendati begitu, Reza berpendapat, koreksi harga minyak di bursa komoditas masih wajar, lantaran yang lebih dominan di sana adalah persepsi investor. "Selama belum ada kejelasan langkah apa yang diambil untuk memperbaiki ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa, agak susah memprediksi kapan harga minyak bisa berbalik arah," kata Reza.

Di samping itu, kisruh politik di Timur Tengah sebagai penghasil minyak terbesar di dunia turut membawa sentimen negatif pada pergerakan harga minyak dunia.

Gencar eksplorasi

Menurut Reza, cadangan minyak bumi di Indonesia sebenarnya berlimpah. Sayang, hingga kini kegiatan eksplorasi belum maksimal. Alasannya, sarana infrastruktur kurang mendukung untuk menembus lapisan bumi sampai kedalaman tertentu. Ini menyebabkan hanya perusahaan-perusahaan asing yang mampu melakukan pengeboran minyak tersebut.

Di antara emiten sektor minyak, Reza memilih PT Medco Energi International Tbk (MEDC) sebagai top pick. Dilihat dari kinerja keuangan dan cadangan minyaknya, MEDC lebih unggul dibandingkan emiten sejenis.

MEDC juga masih aktif melakukan eksplorasi. Mengutip catatan analis Mandiri Sekuritas Raditya Christian Artono, setelah blok produksi utamanya di Rimau dan SCS jatuh tempo, MEDC bakal melakukan eksplorasi di 13 sumur eksplorasi dan 36 sumur pengembangan selama 2011.

Namun, Raditya juga menyoroti ketidakjelasan situasi politik di Libya. Sekadar informasi, MEDC memiliki blok 47 di negara yang sedang mengalami ketegangan politik itu. "Karena blok tersebut masih dalam tahap eksplorasi, potensi kerusakan yang terjadi akan minimal," katanya.

Sejauh ini, MEDC telah mengeluarkan investasi sekitar US$ 175 juta untuk blok 47, sehingga potensi kerugian diperkirakan setara dengan itu.

Emiten lain yang juga aktif berekspansi adalah PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Menurut Frederick Daniel Tanggela, analis Sucorinvest Central Gani, blok Kangean yang memiliki volume produksi gas 25 juta barel ekuivalen minyak per hari (mboepd) akan menopang kinerja perusahaan tersebut sampai tiga tahun ke depan.

ENRG juga semakin leluasa berekspansi setelah membayar utang Rp 2,3 triliun tahun lalu. Rasio utang atau debt to equity ratio (DER) sudah menurun dari 3,3 kali di tahun 2009 menjadi 0,6 kali di kuartal pertama tahun ini.

Sementara itu, Reza memperkirakan kinerja PT Benakat Petroleum Energy Tbk (BIPI) akan terdongkrak jika ada pertumbuhan produksi di tiga konsesi yang dimilikinya. Yaitu di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara.

Sekadar informasi, 70-80% pendapatan BIPI berasal dari penjualan minyak mentah. Sisanya dari jasa. Sehingga, kegiatan eksplorasi untuk memenemukan sumber minyak baru akan mempengaruhi kinerjanya. Selain itu, kinerja BIPI masih terganjal isu utang Rp 894 miliar ketika membeli PT Elnusa Tbk (ELSA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar