Kamis, 22 September 2011

Awas, sinyal waspada krisis terus menyala

Awas, sinyal waspada krisis terus menyala
JAKARTA. Waspadalah. Kekhawatiran investor terhadap krisis utang Eropa akhirnya menggerus keuntungan investasi di pasar saham Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) juga terus melorot.

Kemarin (21/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,46% menjadi 3.697,49. Ini adalah posisi terendah IHSG dalam enam bulan terakhir. Bahkan bila dibandingkan posisi awal tahun ini, posisi IHSG kemarin sudah turun 0,16%.

Seirama dengan kejatuhan harga saham, rupiah juga makin terpuruk. Data Bloomberg menunjukkan rupiah pada penutupan perdagangan kemarin turun menjadi Rp 9.018 per dollar AS. Bahkan, di pasar internasional, per pukul 22.45 WIB kemarin, rupiah menyentuh Rp 9.300 per dollar AS, terendah sejak Maret 2010.

Apa sesungguhnya yang sedang terjadi pasar keuangan kita? Para analis serempak menjawab bahwa ketidakpastian kondisi ekonomi Eropa dan AS yang menjadi biangnya. Pelaku pasar memilih menarik investasinya dari instrumen investasi yang dianggap berisiko, termasuk instrumen investasi di Indonesia. "Investor sedang mengamankan aset," kata Purwoko Sartono, analis Panin Sekuritas, kemarin (21/9).

Lebih daripada itu, derasnya dana asing jangka pendek (hot money) yang keluar dari Indonesia, berperan besar memojokkan rupiah dan menekan harga saham. Lihat saja, sejak Senin pekan lalu (12/9) hingga kemarin, dana asing yang keluar dari pasar saham kita Rp 5,08 triliun.

Asing juga menarik dananya dari Surat Utang Negara (SUN). Menurut catatan Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, selama 9-19 September 2011, dana asing yang keluar dari SUN mencapai Rp 17,05 triliun. Cadangan devisa Indonesia pun turun sekitar US$ 2 miliar menjadi US$ 122 miliar.

Toh, analis meyakini arus keluar dana asing sebagai fenomena jangka pendek. Indonesia tetap memikat hati investor. "Fundamental ekonomi Indonesia masih bagus," kata Pardomuan Sihombing, Kepala Riset Recapital Securities. Ia menilai, saat ini pelaku pasar mengambil posisi wait and see sembari menunggu pemulihan ekonomi AS maupun Eropa.

Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, menilai penurunan harga saham di bursa lebih banyak disebabkan aksi ambil untung atau profit taking para investor. Meski begitu, derasnya arus keluar dana asing belakangan patut diwaspadai karena bisa semakin menekan rupiah, bahkan pada gilirannya bisa membahayakan ekonomi Indonesia. Dus, apa masih percaya dengan hot money?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar