Selasa, 06 September 2011

IHSG Akan Alami September Ceria

INILAH.COM, Jakarta – Selama Agustus 2011, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah 8,39%, seiring keluarnya dana asing dari bursa domestik. Namun, keadaan tampaknya akan berbalik positif pada bulan ini.

Yuganur Wijanarko dari HD Capital mengatakan, investor memasuki September bisa bersiap menebus kerugian dan melihat IHSG ke level 4000. “Beberapa katalis positif domestik, seperti outlook inflasi dan GDP sesuai ekspektasi, serta membaiknya tren regional dapat mendorong capital inflow ke IHSG,” ujarnya dalam riset terbaru.

Menurutnya, secara historis IHSG biasanya reli pada September, kecuali ada kenaikan BBM di bulan-bulan sebelumnya, yang berdampak pada kenaikan inflasi dan suku bunga, dan memicu capital outflow. “Misalkan yang terjadi pada 1998, 2005 dan 2008,”imbuhnya.

Sebelumnya, Macquarie Securities di Tokyo, Jepang juga menyatakan, pasar modal Indonesia tetap menjadi negara berkembang di Asia, yang paling menarik. Dengan nilai pasar bursa Asia yang rata-rata 1,7 kali, tingkat price to book value (PBV) Indonesia merupakan yang tertinggi mencapai 3,9 kali. Disusul Filipina 2,7 kali, India 2,6 kali dan China 1,9 kali. “Bulan ini bisa menjadi momentum untuk masuk kembali ke bursa-bursa di Asia, setelah terkoreksi tajam sepanjang Agustus,”ujarnya.

Pelemahan selama bulan lalu, menjadi daya tarik investor untuk masuk kembali ke Bursa Efek Indonesia. Sepanjang Agustus, aliran modal asing yang keluar dari beberapa negara Asia, kecuali Jepang adalah yang ketiga terbesar dalam sejarah, dengan total sekitar US$16,1 miliar.

Berdasarkan aktivitas penjualan bersih, investor asing melepas saham di Indonesia, Thailand, dan Filipina sebesar US$2,5 miliar. Investor asing paling banyak keluar dari pasar Taiwan dan Korea Selatan dengan total nilai US$11,5 miliar. Kemudian India US$2,2 miliar.

IHSG melemah 8,39% bulan lalu. Namun, ketimbang posisi pada awal tahun ini, IHSG masih tumbuh 3,06%. Rekor tertinggi IHSG terjadi pada 1 Agustus 2011 di level 4193,44 sedangkan terendah di level 3.735,12 pada 9 Agustus 2011. Adapun tingkat price earning ratio (PER) IHSG saat ini adalah 12,79 kali. Indeks biasanya rawan terkoreksi bila PER-nya berada di kisaran 17 kali.

Di tengah prediksi penguatan, Yuga merekomendasikan investor untuk fokus ke emiten yang mengandalkan permintaan domestik tinggi, salah satunya Astra International (ASII) dengan target 1 bulan berada di Rp73.000. Menurutnya, outlook suku bunga tetap, dinilai positif untuk tren penjualan mobil.

Apalagi berdasarkan hasil laporan keuangan terakhir, proyeksi laba ke depan perseroan masih terlalu konservatif,”Potensi upgrade fundamental analisis 12 bulan, target dari Rp80.000 ke Rp100.000,” ujarnya.

Saham lain yang disarankan berasal dari sektor perbankan Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dengan target harga sebulan ke depan, masing-masing dapat mencapai Rp3.950 dan Rp7.150 per lembarnya.

BBCA dinilai prospektif sebagai pemain KPR terbesar, yield profit margin tertinggi (NPM) atas loan portofolionya, yang membuktikan barang mahal (PER tinggi) memang bagus. Sementara BBRI adalah pemain mikro UKM terbesar, dengan ROE tertinggi di antara bank pemerintah big cap lainnya, yakni BMRI dan BBNI.

Yuga juga melihat saham Kalbe Farma (KLBF) menarik. Menguatnya rupiah membuat bahan baku murah, permintaan inelastis dan mudah menaikan harga jual ke konsumen untuk mempertahankan margin. “Target 1 bulan ke depan KLBF dapat mencapai Rp3.950,” ujarnya.

Demikian juga Indofood (INDF) yang diuntungkan dari penguatan rupiah dan pertumbuhan ekonomi domestik, seperti GDP dan kepercayaan konsumen. Hingga akhir September, INDF diyakini dapat mencapai level Rp3.950.

Sementara Gudang Garam (GGRM) yang 1 bulan ke depan akan mencapai harga Rp59.150, diduung permintaan inelastis terhadap rokok dan kemampuan menaikan harga, tanpa ada efek ke margin penjualan. [ast]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar