Selasa, 24 Mei 2011

Dari Konglomerat CPRO ke BUMD

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Suka atau tidak suka, PT Central Proteinaprima CPRO mesti melepas tambak andalannya. Kekurangan produksi akan ditutup dengan menggenjot produksi udang dari dua kompleks tambak lainnya.

Sudah hampir 11 bulan pemegang saham PT Central Proteinaprima (CPRO) menunggu, tapi tanda-tanda perdagangan dibuka kembali masih belum tampak. Belakangan, manajemen perusahaan yang mengelola tambak udang terbesar di Asia Tenggara ini kelihatan akan menyerah.

Tambak terbesarnya, yang berada di bawah bendera PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), akan dilepaskan. Itu lantaran manajemen CPRO sudah tak melihat lagi kemungkinan untuk berdamai dengan pengurus petani plasma yang beranggotakan 7.000 orang tersebut.

“Kami menyerah,” kata seorang manajer CPRO. Masa depan AWS, kata dia, kini berada di tangan pemerintah. Kementrian Kelautan dan Perikanan sudah mulai menghitung, bahwa pengambil-alihan AWS membutuhkan dana sekitar Rp3 triliun. Dana sebesar itu, kata Menteri Fadel Muhammad, akan diupayakan dari kredit beberapa bank BUMN yang akan diambil Badan Usaha Milik Negara yang sebentar lagi akan dibentuk.

Namun, untuk sementara, pemerintah akan memberdayakan plasma yang ada dengan mengalirkan listrik yang, sejak 7 Mei lalu, diputus CPRO. Dana kebutuhan untuk pengadaan setrum ini diprediksi mencapai sekitar Rp270 miliar setahun.

Sebenarnya, CPRO masih menyayangi kalau AWS sampai lepas dari tangannya. Sebab, sejak diambil di 2007, produksi tambak ini sudah naik lebih dari 10 kali lipat, dari 1.300 ton menjadi 14 ribu ton (2010).

Kekecewaan serupa juga dirasakan oleh mayoritas petani plasma. Sebab, mereka kehilangan pendapatan yang cukup besar, Rata-rata Rp40 juta per empat bulan. “Tapi kami sudah tak tahan lagi menghadapi oknum-oknum petani plasma,” kata sang manajer.

Untuk menutupi hilangnya produksi dari AWS, yang mencapai 27% dari total produksi, CPRO kini berupaya menggenjot hasil panen dari tambak Centralpertiwi Bahari dan Wachyuni Mandira. Dua tambak ini diharapkan bisa mempertahankan tingkat produksi CPRO di level 51.500 ton. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar