Jumat, 20 Mei 2011

Industri reksadana hadapi tantangan berat tahun ini

Industri reksadana hadapi tantangan berat tahun ini
JAKARTA. Industri reksadana menghadapi tantangan tak ringan di tahun ini. Penjualan produk investasi ini terancam berjalan pelan setelah Bank Indonesia (BI) membekukan unit bisnis wealth management di 23 bank awal bulan ini. Pemasaran produk reksadana terkena getah sanksi pengawas perbankan itu.

Banyak bank pemasar reksadana memilih tiarap untuk sementara alias tidak menerima produk baru dari para manajer investasi (MI). "Sanksi itu akan berefek terhadap pertumbuhan industri reksadana tahun ini," kata John D. Item, Presiden Direktur Danareksa Investment Management (DIM), Kamis (19/5).

Ia mencontohkan, Danareksa sempat merilis produk baru berjenis reksadana terproteksi. Namun, "Ada bank yang tidak mau (memasarkan) karena menunggu interpretasi (aturan) BI," ujar dia. Praktis, distribusi produk baru DIM menjadi tertunda.

Karma P. Siregar, Vice President Bussiness Alliance Batavia Prosperindo Asset Management, berujar setali tiga uang dengan John. Batavia berniat meluncurkan produk reksadana terproteksi anyar Juni nanti. "Tapi, durasi perizinannya lama di BI, lebih lama dari biasanya," kata dia.

Berdasar aturan yang berlaku selama ini, setiap produk baru yang dipasarkan oleh bank harus mendapat persetujuan BI. Sejak ada kebijakan pembekuan kegiatan 23 wealth management, pengurusan izin pemasaran oleh bank menjadi lebih lama.

Padahal, banyak MI yang mengandalkan penjualan produk melalui bank. Di Danareksa misalnya, 50% dari penjualan produk mereka bukukan melalui 14 bank. "Kami malah 100% distribusi produk melalui bank," imbuh Karma.

Edward Lubis, Direktur Bahana Asset Management, juga mengeluhkan hal yang sama. Bahana terpaksa mengurungkan rencana merilis produk reksadana baru mereka yang berjenis reksadana terproteksi Mei ini karena banyak bank yang terkena sanksi BI. "Sebanyak 30% produk kami terjual melalui bank," kata dia.

Sejatinya, para MI bisa menggarap potensi nasabah lama wealth management. Mengingat, kebijakan BI sebatas larangan penambahan nasabah baru. Maka itu, MI optimistis, prospek pertumbuhan reksadana belum habis.

Untuk reksadana saham, Danareksa optimistis pertumbuhannya bisa mencapai 18% tahun ini. "Kami berharap masalah ini segera selesai. Kami khawatir, regulator mematikan semut dengan bom, bahaya dampaknya untuk industri," tandas John.

Ancaman pesaing

Tekanan industri reksadana juga datang dari pasar saham. "Saham lesu padahal bobot terbesar di reksadana saham," kata John. Reksadana saham mencapai 36,23% dari nilai total nilai aktiva bersih reksadana. Di sisi lain, para MI juga harus menghadapi kian kompetitifnya para pesaing. "Bank Pembangunan Daerah semakin agresif menawarkan bunga deposito tinggi sehingga investor banyak yang tertarik menempatkan dananya di sana daripada membeli reksadana," ucap John.

Sedangkan dengan perusahaan asuransi, MI kalah dalam pemasaran. Bank cenderung lebih senang memasarkan unitlink karena fee yang mereka terima lebih besar ketimbang memasarkan reksadana. "Batas fee ini belum diatur oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan," imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar