Selasa, 07 Juni 2011

Inflasi bisa pangkas SUN di paruh kedua

Inflasi bisa pangkas SUN di paruh kedua
JAKARTA. Harga sebagian besar obligasi terbitan pemerintah Indonesia merangkak naik. Imbal hasil yang menarik merupakan daya tarik Surat Utang Negara (SUN).

Ambil contoh harga SUN seri FR52 yang berjangka waktu 21 tahun. FR52, kemarin, naik ke kisaran 119,5. Ini adalah posisi tertinggi FR52 sejak 9 November 2010.

Harga harian SUN seri FR53 yang bertenor 11 tahun melorot 0,56% ke 105,6. Meski demikian, jika dihitung sejak awal tahun ini sampai kemarin (year to date), harga surat utang yang jatuh tempo pada 15 Juli 2021 itu sudah melesat 10,29%.

Helmi Arman, Analis Obligasi Bank Danamon, berpendapat, pemicu kenaikan harga SUN antara lain karena ekonomi Amerika Serikat (AS) masih lesu. Dengan tingkat bunga obligasi 10 tahun di AS di bawah 3%. "Investor mencari imbal hasil yang lebih menarik," ujar dia.

Herbie Mohede, Manajer Investasi Samuel Aset Manajemen, bilang, dana asing terus mengalir ke pasar Indonesia karena pemerintah sangat terbuka terhadap investor asing alias investor friendly.

Sebagai contoh, di Brazil jika investor ingin membeli obligasi maka terkena pajak hingga 6%. Di India, kepemilikan investor asing dibatasi hanya US$ 10 miliar atau 10% total kepemilikan surat utang pemerintah. "Di Indonesia, asing bisa memiliki obligasi pemerintah sampai 30% lebih," ungkap Herbie.

Ancaman inflasi

Di sisi lain, Arman melihat inflasi masih terkendali, sehingga peluang Bank Indonesia (BI) mengerek bunga acuan makin mengecil.

Helmi Therik, Analis Obligasi AAA Securities, menilai dana asing terus membanjiri pasar obligasi domestik. Porsi kepemilikan asing di SUN saat ini sudah di atas 33%. Meski prospek obligasi negara masih cerah, para analis mengingatkan ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pasar di semester kedua tahun ini. Dari faktor domestik, Arman melihat ada ancaman kenaikan harga BBM sehingga mengerek inflasi. "Jika itu terjadi, harga SUN akan menurun," ungkap dia.

Dari eksternal, pasar tentu akan mencermati proses penyelesaian utang sejumlah negara di Eropa. Apabila, prosesnya berlarut dan eskalasi krisis terus meningkat, hal itu bisa mengakibatkan harga SUN anjlok dan dana asing berpotensi keluar alias capital outflow. "Ini adalah risiko paling besar di semester kedua," kata Arman.

Therik juga bilang, harga obligasi akan menurun di semester kedua. "Mungkin pada Juli-Agustus. "Pemicu utamanya adalah inflasi tinggi sehingga yield naik dan otomatis harga SUN menyusut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar