Kamis, 15 September 2011

Ayo Sambut Booming Investasi Domestik

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Dalam 1-5 tahun, diprediksi terjadi booming investasi RI baik langsung maupun portofolio investasi. Faktor investment grade dan kuatnya konsumsi domestik menjadi katalisnya.

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi mengatakan, dalam jangka menengah-panjang, booming investasi bakal terjadi di Indonesia. Salah satunya government bond Indonesia yang bakal digandrungi investor asing. Sebab, ada ekspektasi, Indonesia akan masuk investment grade 2012 di tengah perlambatan pertumbuhan dunia termasuk Asia.

Menurutnya, saat investment grade diraih, bond investor yang tadinya tidak boleh masuk ke Indonesia, menjadi bebas masuk. “Ada beberapa real money fund atau hedge fund yang bakal masuk. Sebab, aturan mereka saat ini baru boleh memegang obligasi suatu negara setelah mencapai investment grade,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (14/9).

Pada saat yang sama, booming investasi juga didukung oleh terkendalinya inflasi. Sejauh ini, BI melihat inflasi Indonesia sangat positif. “Karena itu, Indonesia akan tetap atraktif di mata investor sehingga dana-dana sepeti itu akan terus masuk ke Indonesia,” ujar Eric.

Dari sisi pasar modal, lanjutnya, mendapat dukungan dari potensi pertumbuhan ekonomi yang besar. Akibatnya, pengaruh positif pun dapat diraih pada corporate earnings. “Apalagi, jika indeks mengalami koreksi, potensi investor asing masuk untuk membeli saham murah didukung kuatnya fundamental ekonomi Indonesia,” kata Eric menegaskan. Menurutnya, investor akan tetap masuk ke pasar domestik sehingga investor protofolio akan tetap mengalir ke Indonesia.

Sementara itu, pemangkasan pertumbuhan Asia oleh Asian Development Bank (ADB) dinilai Eric tentu akan berimbas negatif bagi pertumbuhan Indonesia. Sebab, negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah Amerika, Jepang, China dan Singapura. “Apalagi, negara-negara tersebut juga bermitra dagang dengan AS,” paparnya.

Hanya saja, dia menegaskan, dampak dari pemangkasan tersebut tidak signifikan. Sebab, pengaruh negatif terhadap ekonomi Indonesia itu sedikit banyak dapat diredam oleh konsumsi rumah tangga.

Dia memaparkan, kontribusi net ekspor terhadap PDB hanya 10% atau kurang. Menurutnya, ekonomi Indonesia lebih digerakan oleh faktor domestik terutama konsumsi rumah tangga yang kontribusinya mencapai 57%-an terhadap GDP. “Selama konsumsi rumah tangga masih positif, meski ekonomi melambat, perekonomian akan tetap positif juga,” timpalnya.

Seiring dengan itu, investasi akan tetap masuk dengan catatan tidak terjadi resesi global. Sebab, jika resesi terjadi, perusahan-perusahaan asing juga akan merasionalisasi atau melakukan pengetatan investasi mereka.

Menurutnya, jika hanya terjadi perlambatan global, investasi asing untuk Foreign Direct Investment (FDI) akan tertarik ke Indonesia. Apalagi, dengan pasar Indonesia yang besar.

Kalaupun, terjadi kerontokan pada bursa saham juga tidak berpengaruh langsung ke sektor riil. Apalagi, perusahaan yang listed di stock market, jumlahnya relatif sedikit dibandingkan total perusahaan di Indonesia. “Jadi, ini tergantung pada bagaimana bisa memanfaatkan potensi market sebaik mungkin,” paparnya.

Kalaupun tidak bisa dikatakan booming investasi, dia melihat investasi asing masih akan terus masuk ke pasar domestik baik portofolio maupun direct investment. “Indonesia bakal booming investasi dalam jangka menengah 1-5 tahun,” ungkapnya.

Eric memproyeksikan PDB Indonesia di level 7% pada 2012 lebih tinggi dari 2011 6,5%. Sebab, konsumsi rumah tangga masih besar sehingga investasi baik domestik maupun asing akan terus tumbuh.

Dia menegaskan, ekonomi Indonesia cukup tahan dari gejolak eksternal selama mata uang tidak jatuh. Namun cadangan devisa cukup melimpah sehingga mata uang bisa dijaga. Pada 1997-1998, cadangan devisa hanya US$14-16 miliar sehingga rupiah melemah. “Sekarang, devisa sudah mencapai US$124 miliar. Jadi, BI masih punyak banyak amunisi jika rupiah anjlok. Apalagi dengan berbagai initiative dengan negara lain,” paparnya.

Sebelumnya diberitakan, badai ekonomi global akan dirasakan di Asia, menurut Bank Pembangunan Asia (ADB). Pertumbuhan di wilayah ini terlihat moderat pada paruh kedua tahun ini. Dalam outlook terbarunya, ADB menurunkan perkiraan untuk pertumbuhan Asia sebesar 7,5% untuk 2011 dan 2012.

Sementara pada perkiraan sebelumnya di bulan April, ADB memprediksi pertumbuhan sebesar 7,8% untuk 2011 dan 7,7% di 2012. "Asia tidak sepenuhnya dipisahkan dari dunia Barat. Ekspor negara Asia lebih besar ke negara-negara maju, sehingga mau tidak mau negara-negara dengan sektor-sektor ekspor yang lebih besar akan terpengaruh oleh perlambatan," ujar Rhee Changyong, Kepala Ekonom ADB kepada CNBC Rabu (14/9).

Meskipun terjadi risiko eksternal, Rhee memperkirakan permintaan domestik yang kuat dan perdagangan intra-regional, terus menjaga momentum pertumbuhan di wilayah ini. Ini terjadi karena karena ekonomi yang kuat di Asia Tenggara dan Asia Selatan. “Indonesia memiliki arus modal masuk lebih banyak dan booming investasi,” imbuh Rhee. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar