Kamis, 15 September 2011

Kinerja PGAS terhadang harga beli dan kenaikan biaya

JAKARTA. Awal tahun ini bukan masa yang baik bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Perusahaan ini kesulitan mencetak pertumbuhan kinerja yang signifikan di semester pertama.

Stevanus Juanda, analis J.P. Morgan Securities Indonesia, menyebut kinerja PGAS sepanjang semester pertama lalu masih di bawah prediksi. Perusahaan pelat merah ini hanya mampu membukukan laba bersih Rp 3,2 triliun di periode tersebut.

Jumlah ini hanya sekitar 46% dari prediksi laba bersih akhir tahun 2011 yang dibuat J.P. Morgan, yakni Rp 6,9 triliun. "Kinerja di kuartal kedua 2011 lemah," tulis Stevanus dalam risetnya.

Maklum saja, di kuartal dua 2011, PGAS hanya mampu mencetak laba bersih sekitar Rp 1,2 triliun. Analis OSK Nusadana Securities Indonesia Arief Budiman menghitung, jumlah tersebut lebih rendah 45% dari realisasi laba bersih di kuartal dua 2010.

Penyebabnya adalah harga beli gas meningkat. Selain itu, PGAS juga menanggung peningkatan biaya operasional yang cukup signifikan.

Terkendala harga gas

Tambah lagi, volume distribusi gas di kuartal kedua 2011 turun 4% bila dibandingkan dengan volume distribusi di kuartal satu tahun ini. Sementara bila dihitung selama satu semester, volume distribusi di enam bulan pertama tahun ini lebih rendah 5% dibandingkan volume di periode yang sama tahun sebelumnya.

PGAS juga masih harus menyelesaikan masalah renegosiasi harga gas. Asal tahu saja, ketidakpastian soal harga gas ini membuat saham PGAS terus anjlok.

Per 2 Agustus lalu, harga saham perusahaan ini masih Rp 4.000 per saham. Pada penutupan perdagangan kemarin (14/9), harga PGAS anjlok hingga 2.725 per saham. Artinya, PGAS melemah sekitar 31,88% dalam waktu kurang dari dua bulan.

PGAS masih membuka peluang melakukan renegosiasi harga gas. Menurut Chandra P. Pasaribu, analis Danareksa Sekuritas, PGAS akan terus melakukan diskusi dengan pihak terkait untuk mencari solusi win-win.

Apalagi, PGAS masih punya ruang menaikkan harga gas. Perusahaan pelat merah ini juga mengindikasikan bersedia mengkaji ulang harga beli gas jika pihaknya mendapat kepastian pasokan gas.

Melihat kinerja dan berbagai hambatan bisnis PGAS tadi, Arief menurunkan proyeksi laba bersih PGAS di 2011 menjadi Rp 6,1 triliun. Ini lebih rendah 16% daripada proyeksi awal Arief.

Meski begitu, analis masih optimistis dengan kinerja PGAS. Stevanus menilai volume distribusi akan membaik, terutama setelah volume pengiriman gas dari Conoco Philips kembali normal.

Arief menilai PGAS memiliki model bisnis yang kuat karena menguasai sekitar 94% pangsa pasar distribusi gas di Indonesia. Plus, valuasi saham ini masih menarik. Karena itu Arief masih memasang rekomendasi beli untuk PGAS. Ia mematok target harga saham ini di Rp 3.875 per saham.

Sedang Stevanus memilih memberi rekomendasi netral untuk saham ini. Ia memprediksi harga saham PGAS bisa kembali naik menjadi Rp 3.300 per saham.

Sementara Chandra merekomendasikan tahan untuk PGAS. Untuk target harga, ia mematok PGAS bisa mencapai Rp 3.400 per saham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar