Rabu, 08 Juni 2011

'Quantitative Easing' Berhenti, Market Konsolidasi

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Rupiah bertahan tipis di zona hijau meski indeks domestik melemah. Pengakuan The Fed bahwa ekonomi AS melambat tapi tidak ada Quantitatif Easing (QE) ketiga menentukan arah market.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, penguatan rupiah hari ini dipicu oleh pidato Gubernur The Fed Ben Bernanke dalam International Monetary Conference, di Atlanta dinihari tadi. The Fed menyatakan ekonomi AS melambat tapi tidak mendorong Quantitative Easing (QE) lanjutan (tahap ketiga).

Karena itu, imbuh Christian, penguatan rupiah jadi terbatas. Sebab, fokus pasar justru pada komitmen The Fed untuk tidak menjalankan QE tahap ketiga setelah QE tahap kedua berakhir Juni ini. "Karena itu, sepanjang perdagangan rupiah masih ronsolidasi dengan level terkuatnya 8.505 dan 8.519 sebagai level terlemahnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (8/6).

Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Rabu (8/6) ditutup menguat tipis 3 poin (0,03%) ke level 8.510/8.520 per dolar AS dari posisi kemarin 8.513/8.518.

Artinya, lanjut Christian, meski The Fed berhenti melakukan pembelian obligasi pemerintah, tapi tidak otomatis The Fed akan menjualnya kembali. Proses itu akan berlangsung hingga 2012. "Quantitive Easing tahap ketiga otomatis menjadi kecil kemungkinannya karena akan memicu kerumitan bagi The Fed sendiri dalam penarikan stimulusnya setelah digelontorkan dalam jumlah besar," paparnya.

Likuditas dolar AS, lanjut Christian akan tetap melimpah dalam sistem keuangan sehingga arus capital inflow ke Indonesia juga diuntungkan. "Kondisi itu, terpantau dari kenaikan harga pasar aset Indonesia," paparnya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini memang minus karena terimbas negatif bursa regional Asia. "Tapi, arus modal asing ke dalam negeri masih tinggi," tandasnya.

Dia menjelaskan, rupiah tidak menguat lebih jauh karena di sisi lain, memang hari ini juga merupakan momentum jelang pengumuman BI rate besok oleh Bank Indonesia. "Pelaku pasar wait and see sehingga rupiah ditutup konsolidasi karena hanya naik tipis," ucapnya.

Ekspektasinya, lanjut Christian, BI rate masih menopang penguatan rupiah. Sebab, masih ada peluang kenaikan suku bunga acuan itu ke depannya. "Atau, bisa juga, BI rate tidak dinaikkan karena inflasi sudah bisa diredam dengan penguatan rupiah sejauh ini dan peluang penguatannya lebih lanjut di masa mendatang," imbuhnya.

Alhasil, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). Namun, penguatan dolar AS ini juga faktor teknikal rebound, setelah euro mencapai level terkuatnya US$1,4686 per euro. "Dolar AS menguat ke level US$1,4654," imbuhnya.

Dari bursa saham, pengamat pasar modal Willy Sanjaya mengatakan, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) sebesar 17,13 poin (0,45%) ke level 3.825,821 dipicu koreksi di bursa regional. Pasar merespon negatif dari pidato Gubernur The Fed Ben Bernanke yang mengakui perlambatan ekonomi AS.

Tapi, pada saat yang sama, Bernanke belum menyarankan untuk Quantitative Easing (QE) ketiga setelah QE kedua usai akhir Juni ini. “Karena itu, pasar menjadi khawatir, karena ekonomi AS tidak pasti sehingga membahayakan sentimen global,” ujarnya.

Namun, bagi IHSG sendiri, Willy tetap melihat positif. Sebab, posisi indeks lokal saat ini sudah meninggalkan bursa Singapura yang masih bertenger di level 3.103,31. Artinya, Straits Times Index (STI) sudah terpaut jauh 700 poin. “Baru kali kali ini, dalam sejarah indeks kita meninggalkan Singapura. Sebab, IHSG sudah kokoh di level 3.800-an,” tandas Willy.

Di sisi lain, pasar juga menanti akhir Juni untuk menunggu laporan keuangan kuartal II/2011, pada Juli mendatang. “Jadi, sentimen Juni ini belum ada yang mencolok sehingga belum bisa jadi trigger market,” tuturnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar