Rabu, 08 Juni 2011

Pasar Diwarnai Kecemasan China Atas Aset Dolar

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Rupiah tertinggal di zona negatif meski indeks saham domestik mendarat di area hijau. Ketidakpastian bailout Yunani dan kecemasan China atas aset dolar AS turut menentukan arah pasar.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, koreksi tipis rupiah hari ini dipicu oleh ketidakjelasan perihal bailout tambahan untuk Yunani. Kondisi itu memicu euro tertekan turun setelah salah satu pejabat Jerman mengatakan bailout kedua Yunani masih belum pasti pada sesi pagi.

Padahal, pada Jumat (3/6) petinggi zona Eropa dikabarkan selangkah lebih maju menuju bailout baru untuk Yunani yang menurut media Jerman dapat mencapai lebih dari 100 miliar euro dan mendorong euro ke level tinggi 1 bulan di US$1,4657 per euro. "Karena itu, sepanjang perdagangan, level terkuat rupiah 8.513 dan 8.530 sebagai level terlemahnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (7/6).

Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (7/6) ditutup melemah tipis 5 poin (0,05%) ke level 8.313/8.518 per dolar AS dari posisi kemarin 8.508/8.518.

Pada sesi siang, lanjut Firman, pasar kembali fokus pada masalah utang AS. Sebab, salah satu pejabat di China yakni Pimpinan Departemen International untuk Regualator Valas China Guan Tao mencemaskan, besarnya kepemilikan China dalam aset dolar AS. "Padahal, China merupakan negara dengan cadangan devisa yang sangat besar," paparnya.

Pejabat China itu menilai kepemilikan aset dolar AS terlalu banyak. Komentar tersebut, lanjutnya, semakin menegaskan keinginan China untuk mendiversifikasi cadangan devisanya yang porsinya saat ini lebih banyak dalam aset dolar AS. "Kemungkinan China akan memburu aset lain selain dolar AS, seperti dolar Australia, dolar Kanada, Swiss Frank atau euro sendiri yang relatif stabil," ujarnya.

Tapi, tambah Firman, rupiah masih melemah dibandingkan kemarin karena isu diversifikasi cadangan devisa China yang merupakan isu lama. "Ini hanya dijadikan momentum profit taking atas dolar AS setelah sempat menguat di sesi pagi," ucapnya.

Pada akhirnya, dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama terutama terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). "Euro mencapai level tertinggi 5 pekan ke level US$1,4667 per euro dari sebelumnya di level US$1,4575," imbuh Firman.

Dari bursa saham, Analis Panin Securities Purwoko Sartono mengatakan, meski indeks domestik bisa keluar dari area negatif, secara umum sebenarnya masih sideways. Sebab, penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) hari ini sebesar 8,75 poin (0,23%) ke level 3.842,953 hanya tipis.

Sideways-nya indeks, lanjut Purwoko, bisa berlanjut hingga beberapa hari ke depan. Sebab, pasar masih merespon negatif data makro ekonomi AS yang dirilis akhir pekan lalu yang angkanya mengecewakan.

Di sisi lain, lanjut Purwoko, pasar juga masih menunggu kepastian bailout di Yunani. Kondisi itu, berpengaruh pada volatilitas harga komoditas. Sementara itu, dari dalam negeri, pasar khawatir terkait isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring tingginya harga minyak mentah dunia.

Artinya, lanjut Purwoko, kenaikan harga minyak mengancam defisit semakin besar. Meski hari ini harga minyak turun ke level US$98-an per barel, angka ini masih relatif tinggi. “Kalaupun hari ini berhasil mendarat di teritori positif, dalam beberapa waktu ke depan, IHSG masih akan sideways,” tandasnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar