Senin, 05 September 2011

Terjepit, tapi masih layak dikoleksi

Terjepit, tapi masih layak dikoleksi
JAKARTA. Kehadiran aturan yang melarang merokok tidak menyurutkan permintaan terhadap produk berbahan nikotin itu. Produsen rokok masih mampu mencetak pertumbuhan laba.

Reza Priyambada, Managing Research Indosurya Asset Management menilai, varian baru rokok di pasar merupakan bukti produk ini masih diminati. "Selain karena perkembangan gaya hidup, merokok seperti tradisi," kata Reza, Jumat (2/9).

Memang, produsen rokok tidak terlepas dari berbagai kendala. Salah satunya, harga bahan baku cengkeh dan tembakau yang terus menanjak. Berdasarkan catatan KONTAN, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) memperkirakan harga tembakau tahun ini sekitar Rp 40.000 per kilogram (kg), naik dari Rp 35.000 per kg tahun lalu.

"Memang ada kenaikan biaya bahan baku, tapi masih bisa ditutup oleh penjualan," kata Reza. Meski tidak mengerek harga jual, produsen rokok bisa bermain di volume dengan cara memperluas distribusi sampai ke pelosok.

Menurut Reza, produsen rokok diuntungkan karena tidak harus mengelola sendiri perkebunan tembakau ataupun cengkeh. Jadi, pabrikan rokok tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar.

Tantangan lain, tarif cukai yang selalu naik setiap tahun. KONTAN mencatat, kenaikannya tahun ini sebesar 9% untuk sigaret kretek tangan (SKT) dan 6% untuk sigaret kretek mesin (SKM).

Reza optimistis hal ini belum mengganggu arus kas produsen rokok skala besar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ia menilai kinerja emiten rokok hingga semester I-2011 masih oke.

Laba terbesar dicatatkan oleh PT H. M. Sampoerna Tbk (HMSP) sebesar Rp 3,80 triliun. PT Bentoel International Tbk (RMBA) mengalami pertumbuhan laba tertinggi, hingga lebih dua kali lipat.

RPP tembakau

Kontraproduksi lain datang dari Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai Zat Adiktif Bagi Kesehatan (RPP Tembakau), yang melarang produsen mencantumkan kata seperti mild atau light dan melakukan pencitraan rokok tidak berbahaya.

Jika RPP diterapkan, dampaknya terutama akan sampai pada HMSP yang produknya, A Mild diklaim sebagai pionir dan pemilik pangsa pasar terbesar rokok rendah tar rendah nikotin. RMBA juga memproduksi merk rokok jenis ini. Namun, Reza masih optimis terhadap penjualan rokok secara keseluruhan.

Karena itu, dia berpendapat saham-saham emiten produsen rokok sampai akhir tahun ini masih layak dikoleksi, baik untuk jangka pendek maupun panjang. Hanya saja, Reza merekomendasikan investor supaya tidak hanya mencermati kinerja perusahaan, tapi juga likuiditas sahamnya.

Saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merupakan yang paling likuid. Maklum, porsi saham publiknya paling banyak, yaitu 26,94%. Bandingkan dengan HMSP dan RMBA yang masing-masing sahamnya yang beredar di publik hanya 1,82% dan 1,04%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar