Rabu, 02 November 2011

Referendum Yunani Masih Jadi Tekanan bagi Rupiah

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Rabu (2/11) diprediksi melemah terbatas. Referendum Yunani masih jadi sentimen negatif jangka pendek.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, pelemahan rupiah hari ini masih akan terjadi mengingat sentimen global yang terus memburuk. Terutama, setelah Presiden Yunani mengajukan mosi kepercayaan parlemen dan referendum rakyat Yunani untuk mereformasi ekonomi negeri Para Dewa itu.

Hanya saja, pelemahan rupiah masih bersifat terbatas. Sebab, pasar juga menantikan data-data ekonomi lain. "Karena itu, rupiah cenderung melemah terbatas dalam kisaran 8.860-8.950 per dolar AS,” katanya kepada INILAH.COM.

Menurutnya, salah satu yang dinantikan pasar adalah hasil Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu (2/11) nanti malam. Setelah minutes FOMC terakhir yang mengindikasikan keinginan The Fed untuk menambah program pembelian asetnya sehingga beberapa petinggi The Fed pekan lalu menekankan penambahan pembelian asetnya itu. "Ini seharusnya meredam penguatan dolar AS," ujarnya.

Di sisi lain, semalam, juga dirilis data manufaktur AS yang sudah diperkirakan meningkat sehingga seharusnya memberikan angin segar. Manufaktur AS sudah diperkirakan 52,1 dari sebelumnya 51,6. "Sayangnya, ini belum cukup untuk menutup negatifnya sentimen global pascakabar referendum Yunani bergulir sehingga rupiah bakal tetap melemah," ungkap Firman.

Terbatasnya pelemahan rupiah, karena BI juga akan mengintervensi pasar sehingga pelemahan rupiah akan tertahan. Hanya saja, outlook global masih suram. "Sebab, referendum Yunani telah menghapuskan harapan pasar terhadap segera usainya krisis utang Eropa. Jika krisis berlanjut, investor juga panik," kata Firman menegaskan.

Lalu, Firman menjelaskan, data deflasi Indonesia pada Oktober lalu, 0,12%, bisa saja membuka kemungkinan bagi Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga pada pertemuan November ini. Apalagi, dengan semakin memburuk dan tidak pastinya outlook ekonomi global. "Sebelumnya BI sudah menyatakan, bank sentral akan bertindak lebih awal jika ada kemungkinan terburuk," ucapnya.

Jadi, Firman menegaskan, untuk jangka pendek, pasar masih terimbas negatif oleh sentimen Yunani. Di sisi lain, deflasi Oktober yang memungkinkan BI menurunkan BI rate juga jadi tekanan bagi rupiah. "Mungkin juga, BI akan melihat pertemuan Bank Sentral negara maju lainnya," timpalnya.

Firman memaparkan, jika Fed memberikan sinyal pelonggaran suku bunga yang diikuti oleh penurunan suku bunga European Central Bank (ECB) pada Kamis (3/11) dan Bank of England (BoE) menambah pembelian asetnya pada pekan depan, BI tidak akan segan-segan untuk menurunkan suku bunga acuannya. "Jika negara maju menurunkan suku bunga, daya tarik investor tidak akan berubah atau potensi capital outflow lebih rendah jika pelonggaran moneter terjadi hampir bersamaan," imbuhnya.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (1/10) ditutup melemah 38 poin (0,42%) ke level 8.888/8.899 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar