Senin, 13 Juni 2011

Indeks Manufaktur AS dan China Tumbangkan Pasar

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Nilai tukar rupiah dan indeks saham domestik kompak melemah. Pasar melihat sinyal perlambatan ekonomi global setelah data manufaktur AS dan China dirilis di bawah ekspektasi.

Analis Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, pelemahan rupiah hari ini, salah satunya dipicu oleh masih menguatnya kekhawatiran atas krisis utang di Yunani. Menurutnya, pasar masih cemas apakah utang Yunani masih perlu direstrukturisasi atau tidak.

Pasar juga ingin memastikan, apakah peran swasta diperlukan untuk membantu Yunani sebagaimana diusulkan Jerman. Karena itu, rupiah melemah karena didorong sentimen penguatan dolar AS terhadap mata uang utama. "Rupiah mencapai level terlemahnya 8.544 dan 8.524 sebagai level terkuatnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (13/6).

Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (13/6) ditutup melemah 21 poin (0,24%) ke level 8.537/8.542 per dolar AS dari posisi akhir pekan lalu 8.516/8.519.

Di sisi lain, lanjut Ariston, pelemahan rupiah juga dipicu oleh faktor global yang memberikan sinyal perlambatan ekonomi terutama AS dan China. Berdasarkan data-data yang dirilis pekan lalu, non-farm payroll angkanya di level 54 ribu, jauh lebih rendah dari prediksi. "Begitu juga dengan data ISM Manufacturing Index AS yang angkanya di bawah ekspektasi 53,5 dari prediksi 58,1," papar Ariston.

Sementara itu, lanjutnya, dari China, data manufakturing PMI menunjukkan penurunan dari 52,9 ke level 52. Data-data tersebut memberikan sinyal perlambatan ekonomi global. "Sebab, market lebih melihat day to day. Apa yang dilihat oleh pelaku pasar saat itu, indikator itulah yang jadi acuannya," tandasnya.

Akibatnya, terjadi pengalihan risiko di pasar. Ini juga bisa dilihat bukan hanya pada mata uang rupiah, tapi juga pelemahan yang terjadi di bursa saham dan komoditas. "Kelihatan ada pengalihan risiko ke dolar AS dan yen Jepang," imbuh Ariston.

Alhasil, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). "Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan menguat ke level US$1,4335 dari posisi sebelumnya US$1,4345 per euro," imbuh Ariston.

Dari bursa saham, analis Sekuritas Ekokapital Cece Ridwanullah mengatakan, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) sebesar 38,89 poin (1,03%) ke level 3.748,758 awal pekan ini seiring dengan pelemahan yang terjadi pada bursa regional Asia. Kondisi itu, dipicu oleh panic selling di bursa Dow Jones.

Menurutnya, setelah Dow turun ke bawah level 12.000, dikhawatirkan terus melemah ke level 11.870. “Pelemahan Dow baru mencapai 11.951,90 pada perdagangan akhir pekan lalu,” ujarnya.

Kondisi itu, lanjutnya, masih dipicu oleh negatifnya rilis data-data ekonomi AS dalam dua pekan terakhir yang memicu ekspektasi perlambatan ekonomi global. Di antaranya, indeks konsumsi AS, non-farm payrolls, tingkat pengangguran yang naik ke level 9,1% dan penampungan tenaga kerja juga turun.

Pada saat yang sama, AS juga mengalami masalah defisit fiskal karena perdagangannya yang melemah meskipun, data ekspor AS dirilis naik. “Tapi, dari keseluruhan data-data ekonomi AS yang dirilis masih berada dalam tekanan angka yang negatif,” ucapnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar