Jumat, 26 Agustus 2011

Inilah Spekulasi Seputar Pidato Bernanke

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (26/8) diprediksi melemah terbatas. Meski spekulasi pidato Bernanke nanti malam bakal memperlemah dolar AS, paket bailout Yunani belum pasti.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, potensi pelemahan rupiah hari ini dipicu oleh situasi Yunani yang belum pasti mendapatkan paket bailot. Kondisi itu, akan jadi tekanan bagi rupiah meskipun pasar fokus pada pidato Gubernur The Fed Ben Bernanke di Jackson Hole, negara bagian Wyoming, Jumat (26/8) ini nanti malam WIB.

Firman menegaskan, meskipun pidato Bernanke dipersepsikan bakal memperlemah dolar AS, hal itu belum pasti memperkuat rupiah. Sebab, hal itu baru sebatas persepsi. Apalagi, bagi investor yang tidak mau mengambil risiko terlalu banyak seharusnya melakukan profit taking atas rupiah jelang libur lebaran. "Karena itu, rupiah cenderung melemah terbatas, dalam kisaran 8.600-8.560 per dolar AS," katanya kepada INILAH.COM.

Hanya saja, lanjut Firman, kalaupun rupiah melemah sangat kencang, BI akan kembali mengintervensi. "Meski faktor Yunani berpengaruh besar atau apapun yang terjadi pada data-data ekonomi terakhir ini, fokus pasar tetap masih pada pidato Bernanke Jumat ini," tandasnya.

Pasar, lanjut Firman, mencari indikasi apakah bank sentral AS bersedia untuk mengucurkan stimulus lebih lanjut. Yang berkembang di pasar saat ada beberapa persepsi. "Sebagian anggota dewan gubernur The Fed mengingikan Bernanke memberikan isyarat Quatitative Easing (QE) ketiga," ujarnya.

Hanya saja, lanjut Firman, sinyal tersebut susah didapat. Sebab, tiga petinggi The Fed, sebelumnya menentang keputusan The Fed terakhir yakni menahan suku bunga rendah hingga pertengahan 2011. "Tapi, ada asumsi juga yang berkembang, kalau The Fed mungkin akan memperpanjang program roll over pembelian obligasi yang sudah jatuh tempo," papar Firman.

Obligas yang berasal dari Quantitative Easing (QE) sebelumnya yang jatuh tempo akan diganti dengan obligasi baru dengan tenor yang lebih panjang setelah QE tahap dua senilai US$600 miliar berakhir Juni 2011. "Semua itu jadi tekanan bagi dolar AS," tandasnya.

Hanya saja, lanjut Firman, sentimen dari Eropa masih belum stabil terutama kecemasan terhadap pemberian bailout untuk Yunani pascakesepakatan pemberian jaminan Yunani terhadap Finlandia untuk mengamankan pemberian bailout dari salah satu negara Skandinavia itu. "Yunani sudah oke memberikan jaminan kolateral itu," ucap Firman.

Tapi, beberapa negara zona Eropa yang lain seperti Austria, Belanda, Belgia, Slovakia, dan Slovenia juga meminta jaminan kolateral yang sama sehingga tidak memungkinkan lagi bagi Yunani untuk memberikan jaminan itu. Di lain pihak Jerman sudah menentang kebijakan tersebut.

Agar paket bailout untuk Yunani bisa disetujui, kesepakatan Yunani-Finlandia itu harus diterima oleh seluruh negara anggota Uni Eropa. Karena Jerman sudah menentang, kemungkinan paket tersebut tidak diterima. "Pada saat yang sama, Finlandia tetap kekeuh ingin mendapatkan jaminan itu," timpal Firman.

Semua itu, ditegaskan Firman, menunjukkan Uni Eropa sendiri sedang konflik yang akan membuat pemberian bailout jadi terlambat. Semakin lama bailout Yunani diberikan, semakin berat beban yang harus ditanggung oleh Yunani. "Ini terlihat dari yield obligasi Yunani dengan tenor dua tahun naik sangat tinggi hingga 44%," ujarnya.

Di atas semua itu, rupiah terperangkap dalam pelemahan ekonomi zona AS dan Eropa. Tapi, dari sisi domestik profit taking pun cukup deras mengingat pasar akan libur panjang sepekan penuh di pekan depan untuk Lebaran. "Mereka juga tidak akan mengambil posisi terlampau banyak dengan penantian atas Pidato Bernanke dan zona Eropa yang belum pasti," imbuhnya.

Asal tahu saja, kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Kamis (25/8) ditutup melemah 27 poin (0,31%) ke level 8.575/8.585 per dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar