Rabu, 03 Agustus 2011

Meracik investasi di saat pasar tak pasti

Meracik investasi di saat pasar tak pasti
JAKARTA. Pasar finansial global belum lepas dari ancaman. Setelah krisis surat utang Amerika Serikat (AS) reda, muncul ancaman baru berupa perlambatan ekonomi Negeri Paman Sam.

Hantu baru di pasar global itu menyiutkan nyaris seluruh indeks saham utama, Selasa (2/8). Di Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kemarin, melemah 0,37% menjadi 4.177,85. Padahal di hari sebelumnya, rekor baru IHSG tercipta, yaitu 4.193,44.

Di saat indeks saham menyusut, harga komoditas bergerak menguat. Harga emas untuk kontrak pengiriman Desember 2011 di bursa New York, bahkan memecahkan rekor baru, kemarin, menjadi US$ 1.643 per ons troi.

Angin di pasar yang bergerak tidak menentu, tentu perlu direspon oleh para pemilik dana. Eko Endarto, Perencana Keuangan Financia Consulting, menyarankan, investor menjalani financial check-up sedikitnya setiap enam bulan. Kebutuhan itu makin meningkat di saat ketidakpastian tinggi. "Pertengahan tahun seperti ini tepat untuk financial check-up," saran dia, kemarin.

Risza Bambang, Perencana Keuangan Shildt Financial Planner, menilai, situasi global saat ini menyajikan ketidakpastian pada paper investment. Investor, sarannya, perlu memperbanyak portofolio riil seperti emas batangan dan properti minimal 60%-80% dari total dana investasi.

Eko menambahkan, saham yang rentan dengan sentimen pasar, hanya cocok untuk jangka panjang. Saham lapis dua yang harganya tidak sampai Rp 1.500 per saham bisa jadi pilihan.

Ia memrediksi, saham lapis kedua akan mendatangkan gain tinggi dalam 10 tahun mendatang. Di saat pasar tidak pasti, saham kelas bawah dinilai lebih pas dibandingkan dengan saham bluechips, yang harganya sudah tinggi.

Freddy Pieloor, Perencana Keuangan Money&Love Financial Planning and Consulting, menyarankan investor mengurangi porsi investasinya di saham sedikitnya 50% dari yang ada saat ini. Namun menurut Freddy, saham lapis kedua lebih baik dihindari investor mengingat harganya sudah mahal. "Perlu mengawasi bubble, terutama saham properti," kata dia.

Freddy menilai, lebih aman menubruk saham bluechip yang harganya masih relatif bagus. "Bagi investor jangka panjang, situasi seperti saat ini tidak usah pusing, namun bagi trader lebih baik amankan aset dahulu," saran dia.

Prita H. Ghozie, Perencana Keuangan ZAP Finance, menilai evaluasi portofolio investasi bisa dilakukan sesuai karakter investor. Saat bursa fluktuatif seperti saat ini, investor berkarakter agresif perlu mengalokasikan 70% dananya di saham. "Fluktuasi bisa mendatangkan keuntungan berlipat dalam jangka waktu pendek," tandas dia.

Sebaliknya bagi investor yang berkarakter konservatif, penempatan di saham maksimal 25%. Sisa dana lebih baik disimpan dalam emas, properti dan uang kas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar