Rabu, 03 Agustus 2011

Pasar Cemas atas Krisis Italia & Perlambatan AS

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Rupiah melemah setelah IHSG mengikuti koreksi bursa regional. Kecemasan pasar bertambah atas memburuknya krisis utang Italia dan perlambatan ekonomi AS setelah kenaikan US Debt Ceiling disepakati.
Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, pelemahan rupiah hari ini terkena aksi profit taking, di tengah kembali memburuknya sentimen global yakni kondisi Italia yang semakin memburuk. Selain itu, kecemasan akan prospek pemulihan ekonomi Amerika Serikat juga meningkat.
Menurutnya, kecemasan Italia terekam pada yield obligasi negara itu yang terus meningkat dari hari ke hari dan terakhir sudah mencapai 6,16% untuk tenor 10 tahun. Angka ini cukup tinggi untuk ukuran Uni Eropa.
"Karena itu, sepanjang perdagangan rupiah mencapai level terlemah 8.490 dan 8.475 sebagai level terkuatnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (3/8). Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Rabu (3/8) ditutup melemah tipis 5 poin (0,05%) ke level 8.475/8.485 per dolar AS dari posisi kemarin 8.470/8.480.
Memang, lanjut Firman, dibandingkan dengan Yunani yang mencapai 17%, level tersebut rendah. Tapi, jika yield-nya tetap tinggi hingga mencapai 7%, Italia tidak akan sanggup memenuhi pendanaannya. "Kecemasan tersebut juga tampak dari pernyataan Menteri Perekonomian Italia yang meminta dukungan Uni Eropa agar kecemasan terhadap Italia mereda," ungkap Firman.
Menurut Firman, pasar melihat adanya potensi gagal bayar di Italia yang ditandai dengan kerontokan bursa sahamnya. Apalagi, pasar juga mengkhawatirkan kemungkinan pemecatan Menteri Ekonomi Italia Giulio Tremonti yang selama ini dianggap pasar menjadi stabilisator ekonomi negara itu oleh Perdana Menteri Silvio Berlusconi.
Pasar khawatir, pemecatan itu akan menyebabkan disiplin fiskal Italia tidak terjaga sehingga memicu kejatuhan sektor perbankan di bursa saham Italia. "Karena itu, rupiah sempat melemah ke level 8.490 per dolar AS," ungkapnya.
Tapi, imbuh Firman, pelemahan rupiah terbatas. Sebab, pasar juga cemas dengan kelanjutan pemulihan ekonomi AS akibat besarnya pemangkasan defisit AS sebesar US$2,4 triliun yang diloloskan oleh parlemen. "Pasar melihat, pemangkasan itu akan membahayakan pemulihan ekonomi AS sendiri," tandasnya.
Apalagi, data GDP AS pekan lalu menunjukan perlambatan yang signifikan. Pada Jumat (29/7) pertumbuhan AS kuartal II/2011 dirilis 1,3% di bawah prediksi 1,7% dan data kuartal sebelumnya 1,8% yang direvisi jadi 0,4%. "Begitu juga dengan data belanja konsumen AS yang dirilis semalam dan angkanya minus 0,2% dari prediksi plus 0,2% dan data sebelumnya positif 0,1%," ucapnya.
Alhasil, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). "Terhadap euro, dolar AS melemah ke level US$1,4322 dari sebelumnya US$1,4182 per euro," imbuh Firman.
Dari bursa saham, analis Sekuritas Ekokapital Cece Ridwanullah mengatakan, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG ) sebesar 41,34 poin (0,99%) ke level 4.136,507 dipicu koreksi tajam bursa regional setelah Dow Jones turun di atas 2%. Tapi, pelemahan IHSG terbatas tidak mencapai 1% akibat positifnya fundamental ekonomi domestik.
Sebab, kinerja keuangan berbagai emiten pada semester I/2011 rata-rata mencatatkan kinerja yang positif. Di sisi lain, nilai tukar rupiah terus mengalami penguatan ke arah 8.400. Inti masalahnya, lanjutnya, adalah perkembangan makro ekonomi AS yang kurang bagus.
Angka belanja konsumen AS mengalami penurunan selama Juli 2011 sebesar 0,2%. Begitu juga dengan data ISM manufacturing index AS Juli 2011 yang dirilis Senin (1/8) di bawah ekspektasi di level 50,9 dari bulan sebelumnya 55,3 dan ekspektasi 54,9.
Lalu, setelah utang AS dinaikkan sebesar US$2,1 triliun dan anggaran AS dipangkas sedikitnya US$2,4 triliun, akan mendorong Bank Sentral AS The Fed untuk melongarkan moneternya. Karena itu, The Fed tetap akan mempertahankan kebijakan bunga rendah yang selama ini memang sudah diterapkan.
Karena itu, Cece menegaskan, para investor berburu aset-aset investasi pada negara-negara yang berbunga tinggi di emerging market termasuk Indonesia. Tapi, karena bursa regional turun tajam, indeks domestik turun meskipun tidak setajam rata-rata bursa regional. “Selama indeks ditutup di atas 4.100, masih oke,” imbuhnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar