Rabu, 10 Agustus 2011

Kemungkinan quantitative easing 3 membahayakan ekonomi Asia

Kemungkinan quantitative easing 3 membahayakan ekonomi Asia
SINGAPURA. Pernyataan the Federal Reserve yang menyatakan akan menahan suku bunga di rekor terendah hingga pertengahan 2013 serta mengeluarkan kebijakan lain yang diperlukan untuk mendongkrak perekonomian AS dapat memicu permasalahan baru di kawasan regional. Pasalnya, hal itu akan memicu resiko derasnya hot money yang masuk ke Asia. Apalagi, saat ini, Asia tengah berjuang keras dalam mengatasi masalah inflasi.

"Arus dana asing yang masuk ke emerging markets bisa membuat kebijakan moneter semakin complicated," ujar pimpinan bank sentral Filipina Amando Tetangco.

Hal senada juga diungkapkan oleh National Development and Reform Commission di China (NDRC) yang mengatakan, kemungkinan digelontorkannya quantitative easing 3 di AS akan mendongkrak arus dana asing dan melonjaknya harga komoditas. Pada waktu yang hampir bersamaan, Menteri Keuangan India dan bank sentral Indonesia juga mengungkapkan kecemasan yang sama.

Seperti yang diketahui, saat ini, negara di Asia mulai dari China hingga Asia tengah berjibaku mengatasi inflasi yang menggila. Upaya ini dikhawatirkan gagal jika AS melakukan kebijakan quantitative easing yang mendongkrak harga komoditas. Kebijakan itu juga bisa mendorong investor untuk mengarahkan uangnya ke negara-negara berkembang.

"Kebijakan moneter di AS akan sangat longgar. Hal itu berarti harga komoditas akan menanjak naik. Pasar emerging market akan menghadapi tekanan inflasi yang lebih besar lagi," jelas Liu Li-Gang, chief China economist Australia & New Zealand Banking Group Ltd di Hongkong.

Antisipasi Asia

Terkait hal itu, sejumlah negara di Asia sudah mempersiapkan langkah antisipasi. Departemen Keuangan Filipina, misalnya, saat ini tengah mengkaji kebijakan yang dinamakan Tobin Tax, yang menekankan pada pungutan transaksi lintas batas mata uang. Filipina akan memberlakukan kebijakan ini, jika ada negara lain yang juga menerapkannya.

Langkah antisipasi juga sudah disiapkan oleh Indonesia. Jika quantitative easing dilakukan, sudah dipastikan arus dana asing yang masuk ke Indonesia semakin besar. Untuk itu, bank sentral Indonesia sudah menyiapkan kebijakan untuk mengawal rupiah agar tidak bergerak volatil. Indonesia juga memiliki protokol manajemen krisis untuk mengantisipasi guncangan di pasar global. Bank Indonesia juga akan memperkenalkan instrumen moneter baru di mana BI akan menjual dollar dengan membeli obligasi pemerintah lewat lelang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar