Rabu, 10 Agustus 2011

Pasar oversold, saatnya berburu saham blue chip

JAKARTA. Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) awet selama enam hari berturut-turut. Indeks, Selasa (9/8), menurun 2,99% menjadi 3.735,12. Jika dihitung dalam sepekan, IHSG sudah anjlok anjlok Penurunan tersebut terjadi setelah IHSG mencapai titik tertingginya pada Senin (1/8) lalu di posisi 4.193,44 , sedang Selasa (9/8) IHSG berada 3735,12 . Artinya Indeks telah turun sekitar 10, 60%

Investor sejatinya bisa mengail untung dari kejatuhan pasar saham. Para analis menilai, harga sejumlah saham bluechip, seperti saham sektor perbankan, sudah terbilang murah dan dibawah harga wajarnya.

Misalnya harga saham Bank Central Asia (BBCA) sudah murah. "Seharusnya price to book value (PBV) BBCA bisa 4,1 kali, saat ini berkisar 3,9 kali,” kata AG Pahlevi, analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas, Selasa (9/8).

Dengan PBV 4,1 kali, harga BBCA sejatinya Rp 8.000 per saham. Harga BBCA, kemarin, Rp 7.850 per saham. Sekedar gambaran, harga saham BBCA terus mengalami penurunan selama lima hari perdagangan berturut-turut. Selasa (2/8) harga saham BBCA Rp 8.750 per saham.

Pahlevi bilang, secara fundamental BBCA memiliki cost of fund yang terjaga, sedangkan kreditnya terus bertumbuh. “Tentunya bottom line akan semakin besar,” kata dia.

Selain BBCA, analis mencermati saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI). “BBRI termasuk emiten yang domestic base, yang seharusnya tidak berpengaruh efek krisis Eropa maupun Amerika,” kata Jansen Kustianto, analis Sinarmas Sekuritas. Dia menambahkan, fokus bisnis BBRI ke kredit mikro sejatinya tidak terpengaruh sentimen negatif global.

Menurut Jansen, harga wajar BBRI berkisar Rp 6.900-Rp 7.000 per saham. Harga saham BBRI kemarin senilai Rp 6.300 per saham, merosot 13,10% dibandingkan harga seminggu lalu di posisi jauh turun dibanding harga saham pada selasa (9/8) yang senilai Rp 7.250 per saham.

Di luar saham bank, analis menyoroti saham otomotif, yaitu Astra International (ASII). “Harga saham Astra seharusnya bisa Rp 75.000-Rp 80.000 per saham,” kata Nico Omer Jonckheere, Vice President Research & Analysist Valbury Asia Securities. Harga ASII kemarin menurun 1,46% menjadi Rp 64.100 per saham.

Tapi tidak semua saham menurun. Ada beberapa saham sektor consumer goods yang tetap bertahan di atas harga wajarnya. “Saham Indofood Sukses Makmur (INDF) lebih tinggi dari target harga saya,” kata Yualdo Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas. Harga INDF kemarin di posisi Rp 6.100 per saham.

Untuk saham consumer goods, Jansen menilai saham Nippon Indosari Corpindo (ROTI) cukup menarik. Dia menghitung harga wajar ROTI berkisar Rp 13.400 per saham. Harga ROTI kemarin Rp 3.100 per saham. Secara fundamental, ROTI memiliki pertumbuhan bisnis menjanjikan, dengan ekspansi di luar Jawa.

Saham sektor lainnya yang cukup menarik adalah saham Kalbe Farma (KBLF). "Harga wajarnya berkisar Rp 3.375 per saham," ungkap Yualdo. Harga saham KLBF kemarin anjlok 6,30% menjadi Rp 2.975 per saham.

Nico menilai investor sebaiknya memanfaatkan koreksi pasar saham untuk mengoleksi saham-saham yang valuasinya cukup murah. “Saat pasar panik, investor seharusnya masuk,” kata dia.

Pahlevi menambahkan, indeks saham Indonesia tidak banyak terkena pengaruh sentimen global. Sebab, Indonesia pada dasarnya bergantung pada konsumsi domestik. Selama inflasi bisa ditekan dengan apresiasi rupiah, Pahlevi memproyeksikan IHSG masih tetap menanjak.

Sedangkan Yualdo menyarankan investor menunggu momentum tepat untuk masuk pasar. “Ada faktor di luar fundamental yang mempengaruhi pergerakan saham,” kata dia. Dus, IHSG butuh sentimen kuat untuk kembali bangkit.

Menurut Jansen tren laporan keuangan semester pertama tahun ini yang menunjukan peningkatan kinerja emiten bisa meningkatkan kembali IHSG. Para analis optimistis IHSG segera bangkit. Analis memasang target indeks di kisaran 4.000 hingga 4.500 hingga akhir tahun nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar