Rabu, 27 Juli 2011

Kemelut Utang AS Belum Tertangani, Dolar AS Makin Terpuruk

New York - Belum tercapainya kesepakatan soal kenaikan batas utang AS menjelang tenggat waktu 2 Agustus membuat dolar AS makin terpuruk. Dolar AS sudah merosot tajam sejak Presiden Barack Obama mengungkapkan argumennya melawan partai Republik di depan publik AS.

Pada perdagangan Selasa (26/7/2011), dolar AS merosot hampir 1% atas euro. Mata uang tunggal euro diperdangkan di level US$ 1,4516, menguat dibandingkan di level US$ 1,4375 pada perdagangan sebelumnya.

Dolar AS juga melemah terhadap mata uang 'safe-haven' franc Swiss, ke level 0,8012 franc, dan melemah atas yen ke posisi 77,94 yen. Poundsterling juga menguat tajam atas dolar AS di level US$ 1,6422, dibandingkan sebelumnya di US$ 1,6278.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kemarin juga ditutup menguat di posisi Rp 8.510 per dolar AS dibandingkan penutupan kemarin di Rp 8.525 per dolar AS.

Kekhawatiran terbesar para investor adalah terjadinya kebuntuan politik yang bisa menyebabkan pemerintah AS kehabisan uang untuk membayar tagihan-tagihan dan utangnya pada 2 Agustus. Pemerintahan Obama harus berjuang keras untuk mendapatkan persetujuan kenaikan batas utang sebesar US$ 14,3 triliun sebelum tenggat waktu 2 Agustus tersebut.

Namun investor di pasar obligasi AS memberikan pesan yang berbeda kepada para politisi AS, meski prospek peringkat utang AS bisa turun akibat belum tercapainya kesepakatan utang tersebut. Imbal hasil surat utang AS berjangka 10 tahun jstru turun 2,95% dari 3%, sementara surat utang berjangka 30 tahun turun menjadi 4,27% dari 4,32%.

Dan kementerian keuangan AS secara mudah melakukan lelang surat utang berjangka 2 pekan sebesar US$ 24 miliar, dan juga surat utang 2 tahun sebesar US$ 35 miliar berhasil mendapatkan harga yang bagus.

"Pasar surat utang tidak mengambil masalah di Washington itu dengan serius," ujar Sebastian Galy, analis dari Societe Generale seperti dikutip dari AFP, Rabu (27/7/2011).

"Sisi lain dari koin mengatakan bahwa pemerintah AS masih menggunakan dolar AS sebagai katup tekanan untuk krisis ini, kita tidak mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi, namun kita mendapatkan mata uang yang lebih lemah," tambahnya.

(qom/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar