Rabu, 27 Juli 2011

Aksi merger dan akusisi berdampak buruk pada harga saham emiten

JAKARTA. Mayoritas transaksi merger dan akuisisi yang dilakukan emiten pasar modal Indonesia berujung pada buruknya performa harga saham dan fundamental emiten bersangkutan.

"Hanya 30% yang harga sahamnya membaik setelah tiga tahun merger atau akuisisi dilakukan," ungkap Equity & Research Director PT Sucorinvest Central Gani Adrian Rusmana, Rabu (27/7) dalam diskusi bertajuk Dampak Akusisi dan Tender Offer atas Fundamental Perusahaan, Nilai Perusahaan dan Harga Saham.

Berdasarkan kajian Sucorinvest, sepanjang periode 1 Januari 2000 hingga 21 Juli 2011 terdapat 152 transaksi merger dan akuisisi. Total volume nilai transaksi tersebut mencapai US$ 25,35 miliar. Dari semua transaksi yang tercatat, akusisi terbesar dilakukan oleh Aetna Group Inc terhadap Hanjaya Mandala Sampoerna pada 13 Maret 2005 dengan nilai US$ 5,12 miliar.

Dari segi jenis industri, sektor yang paling banyak melakukan akuisisi adalah perusahaan tembakau, batubara, perbankan, investasi-sumber daya alam, serta konstruksi bangunan-semen. Sementara itu, perusahaan yang menjadi incaran idaman untuk akusisi maupun merger adalah sektor perbankan, tembakau, sumber daya alam (mineral), batubara, serta eksplorasi dan produksi.

Adrian menambahkan, sebagian dari perusahaan-perusahaan yang menuntaskan akuisisi dan merger akhirnya memilih keluar dari pasar modal atau menjadi perusahaan privat. Ia pun menyarankan agar investor lebih mencermati proses transaksi merger dan akuisisi. "Walaupun memang ada sebagian pula yang masih memberi return investasi yang atraktif," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar