Rabu, 27 Juli 2011

Pasar Was-was AS Mengulangi Default 1979

Headline
INILAH.COM, Jakarta – Rupiah dan IHSG sama-sama perkasa. Pasar ketar-ketir AS bakal mengulang gagal bayar (default) 1979 sehingga dolar AS tak lagi menarik di mata investor. Pasar juga fokus pada risiko downgrade.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, penguatan rupiah hari ini dipicu oleh meningkatnya risiko gagal bayar (default) dan downgrade peringkat utang AS oleh lembaga rating internasional. Karena itu, dolar AS menjadi tidak menarik di mata investor.

Mata uang negara adidaya ini pun, lanjutnya, kembali terpukul ke level terendah 3 bulan terakhir terutama terhadap mata uang safe haven seperti Swiss Frank dan yen Jepang. "Karena itu, sepanjang perdagangan, rupiah mencapai level terkuatnya 8.475 dan 8.487 sebagai level terlemahnya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (27/7).

Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Rabu (27/7) ditutup menguat 18 poin (0,21%) ke level 8.482/8.492 per dolar AS dari posisi kemarin 8.500/8.510.

Lebih lanjut Christian mengatakan, peningkatan risiko terjadi karena deadline hingga 2 Agustus tinggal sebentar lagi. Pasar khawatir AS akan mengulang gagal bayar pada 1979. "Pada 1979 terjadi mini-default sebagian Treasury Bill AS. Artinya, pembayaran utang yang meleset hanya sebagian," ungkapnya.

Christian menafsirkan, mini-default sama dengan selective default karena pada dasarnya pemerintah AS tidak mampu membayar semua utang yang jatuh tempo. "Yang jadi perhatian pasar adalah risiko down grade, setelah itu risiko default," tandasnya. "Semakin lama Kongres AS tidak mampu mengambil sikap, ketakutan pasar semakin tinggi."

Alhasil, dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama. Indeks dolar AS turun 0,09% ke level 73,69. "Memang pelemahan ini tipis tapi jika dilihat secara keseluruhan, level ini sudah mendekati level terendah 2011 pada April di level indeks dolar AS 72,96," paparnya.

Tapi, imbuhnya, terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa) dolar AS hari ini menguat ke level US$1,4495 dari sebelumnya 1,4512. "Ini dipicu oleh melebarnya spread yield obligasi di Spanyol dan Italia yang sekaligus jadi tanda bahwa pasar sangat khawatir atas penyebaran krisis Yunani ke kedua negara itu," imbuhnya.

Dari bursa saham, Head of Research Valbury Asia Securities Alfiansyah mengatakan, rekor baru Indeks Harga Saham Gabungan IHSG ^JKSE dengan kenaikan 41,34 poin (1%) ke level 4.174,112 dipicu oleh faktor internal yakni publikasi laporan keuangan berbagai emiten untuk kuartal II/2011. Jadi, indeks mendapat dukungan dari individual emiten.

Di sisi lain, lanjutnya, kondisi makro ekonomi Indonesia juga cukup solid. Tapi, fundamental kinerja keuangan emiten menjadi faktor utama kenaikan IHSG hari ini. Hanya saja, lanjut Alfiansyah, pasar masih dihantui kekhawatiran negosiasi batas atas uang AS antara pemerintah Obama dengan Kongres yang belum menemukan titik temu. “AS mendapat ancaman dari lembaga pemeringkat internasional yang akan men-downgrade rating utang negara itu,” paparnya.

Karena itu, imbuhnya, investor akan melirik kawasan yang lebih menguntungkan dari sisi investasi ke depan. Apalagi, ditegaskannya, jika AS benar-benar mengalami gagal bayar (default), investor akan mencari negara yang basis fundamental makro ekonominya sangat positif. “Indonesia menjadi salah satu tujuan investasi mereka,” paparnya.

Tapi, Alfiansyah menduga, pada akhirnya Kongres AS akan mencapai kata sepakat sebelum 2 Agustus 2011. Sebab, jika tidak, terlalu berisiko bagi AS sendiri. Hanya saja, dia menggarisbawahi, pada dasarnya bagi Indonesia, baik disetujui atau tidak kenaikan batas atas utang AS itu, keduanya sama-saham berpengaruh positif bagi IHSG.

“Jika AS gagal bayar juga akan memicu peralihan investasi ke Indonesia dan jika AS tidak jadi gagal bayar, juga tetap jadi sentimen positif dari faktor global,” imbuhnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar