Rabu, 27 Juli 2011

BNBR Harap 51% Saham di PLTU Tanjung Jati A

INILAH.COM, Jakarta – PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) masih bernegoisasi dengan Samsung C&T Corporation untuk proyek PLTU Tanjung Jati A Jawa Barat.

Perseroan mengharapkan kepemilikan mayoritas di atas 51% dalam proyek tersebut. Hal itu disampaikan Direktur Keuangan BNBR Eddy Soeparno, Rabu (27/7).”Samsung masih negoisasi. Idealnya Bakrie apalagi kita sebagai pemilik lisensi idealnya lebih besar di atas 51% lah kita,” ujar Eddy.

Lebih lanjut ia mengatakan, Samsung sudah menyatakan komitmen untuk menjadi pemegang saham di proyek PLTU tersebut. Nanti, Samsung akan mengkoordinir pendanaan proyek PLTU Jati A tersebut. Nilai investasi proyek tersebut sekitar US$2 miliar.

Selain itu, perseroan bermitra dengan mitra asing untuk proyek pembangkit listrik. BNBR bermitra dengan Panax dari Australia untuk pengembangan geo thermal dan Tata Power untuk pengembangan batu bara di Kalimantan Timur. ”Porsi kepemilikan Tata Power sebesar 30% di proyek pembangkit listrik Kalimantan Timur dan Panax itu sekitar 30%,” tutur Eddy.

Eddy menambahkan, pihaknya bermitra dengan pihak asing karena ingin membuka lebar akses perbankan global.Perseroan masuk ke sektor infrastruktur dengan nilai investasi sekitar US$5 miiliar. Adapun bidang usaha yang dilirik yaitu pembangkit listrik geothermal, batu bara dan jalan tol. “Kita berusaha dengan mitra yang mempunyai kapasitas baik untuk mengoperasikan, mengembangkan dan membawa akses kepada pendanaan,” ujar Eddy.

Terkait mempercepat pelunasan utang sebesar Rp3 triliun, Eddy menuturkan, pihaknya akan menggunakan debt asset seattlement sebesar 90% untuk melunasi utang dan sisa sekitar 10% dengan dana tunai. Pembayaran utang dengan debt asset settlement dilakukan sejak tahun 2010 dengan pembayaran utang senilai Rp2,2 triliun. “Prosesnya masih berjalan dan kurang lebih skenarionya sama seperti itu. Tahun lalu kan kita lakukan seperti itu dengan penjualan aset. Kita perusahaan investasi yang memiliki banyak saham, ada penurunan portofolio saham karena digunakan untuk penjualan,” tutur Eddy.

Selain itu, utang senilai Rp4,7 triliun yang jatuh tempo pada 2010, perseroan akan melakukan refinancing dengan instrumen yang lebih panjang. Menurut Eddy, pihaknya belum terburu-buru untuk melunasi utang. “ Rencananya kan refinancing kemungkinan dengan instrumen yang lebih panjang lagi, tetapi memang idealnya dalam waktu tiga tahun,” tegas Eddy. [cms]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar