Selasa, 02 Agustus 2011

Investasi di Indonesia paling prospektif

JAKARTA. Indonesia kian mempesona di mata investor. Ini tercermin dari Credit Default Swap (CDS), yang mengukur persepsi investor asing terhadap risiko berinvestasi di Indonesia yang semakin melandai. Pergerakan CDS surat utang Indonesia untuk seluruh tenor melandai, jauh di bawah rata-rata selama satu tahun terakhir.

CDS tenor lima tahun, misalnya, kini berada di posisi 133,25. Angka itu jauh di bawah level rata-ratanya dalam setahun terakhir, 141,044. Apalagi dibandingkan posisi tertinggi tahun 2011 yang mencapai 163,74. Demikian juga CDS untuk utang berjangka waktu satu, tiga, tujuh serta 10 tahun.

Di saat CDS tergerus, aliran dana asing (capital inflow) yang masuk ke instrumen pasar keuangan Indonesia makin kencang. Sampai akhir pekan lalu (28/7), duit investor asing yang parkir di Surat Berharga Negara (SBN) Rp 247,5 triliun, atau 25,3% dari total SBN yang dapat diperdagangkan.

SBN tumbuh 26,9% selama tahun ini. Atau naik Rp 12,5 triliun selama Juli 2011. "Satu bulan ini, investor asing lebih banyak menyerbu obligasi ketimbang saham," kata Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, Senin (1/8).

Dana asing di bursa saham serta Sertifikat Bank Indonesia juga terus menanjak. Indeks Harga Saham Gabungan, Senin (1/8) menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah di posisi 4.193,44, sedang rupiah mencapai Rp 8.464 per dollar AS. "Di kelompok emerging market, tidak ada yang semenarik Indonesia," ujar Stefanus P.S., pengamat pasar modal UOB Kay Hian Securities.

Selain faktor yield yang menarik, prospek ekonomi Indonesia menjadi penarik terbesar minat investor asing. Ekonom Mirza Adityaswara, menunjukkan, indikator makro ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik ketimbang Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Terlebih jika inflasi terjaga stabil hingga akhir tahun. Tanpa kenaikan bahan bakar minyak, inflasi hingga tutup tahun, dalam hitungannya, akan berkisar 5%-5,5%.

Dengan situasi ini, ia memprediksi porsi dana asing bisa mencapai 40% dari seluruh dana yang berputar di SBN pada akhir tahun ini. "Di saham, asing akan merambah ke saham berkapitalisasi kecil," tutur Mirza.

A. Prasetyantoko, Ekonom Universitas Atmajaya, menambahkan, ekses likuiditas di pasar global masih besar. Indonesia menjadi pilihan di antara emerging market, di saat motor-motor ekonomi dunia seperti AS, Eropa dan Jepang masih belum stabil.

Lana menimpali, jika kemelut utang tidak berakhir dengan kebijakan penyelesaian yang jelas dan tuntas, AS tetap terbebani ketidakpastian tingkat tinggi. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, aliran dana asing ke Indonesia berpeluang melambat. "Perkiraan saya, kuartal IV-2011, ada penurunan dana asing jika ekonomi AS membaik," kata dia.

Lana memprediksi, dana asing di SBN per akhir 2011 bisa turun jadi Rp 140 triliun-Rp 160 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar