Senin, 15 Agustus 2011

Mengamati prospek emiten sektor perkebunan di semester kedua 2011

Mengamati prospek emiten sektor perkebunan di semester kedua 2011
JAKARTA. Mayoritas emiten sektor perkebunan memanen laba tinggi di paruh pertama tahun ini. Kenaikan harga komoditas perkebunan serta peningkatan volume produksi menjadi penopang melejitnya kinerja perusahaan perkebunan tersebut.

PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), tercatat sebagai emiten perkebunan yang menuai laba bersih paling gemuk. Laba anak usaha grup Astra ini tumbuh hampir dua kali lipat menjadi Rp 1,32 triliun.

Berdasarkan catatan analis Onix Capital Sheila Yovita, AALI merupakan perusahaan perkebunan terbesar yang memiliki lahan seluas 263.788 hektare (ha) di tahun lalu. Sekitar 77,3% di antaranya sudah menghasilkan.

AALI termasuk emiten yang rajin melakukan ekspansi organik. Perusahaan ini mengakuisisi 5.000-6.000 ha lahan tiap tahunnya. AALI juga gencar melakukan penanaman kembali sejak 2009. Dengan rata-rata usia pohon saat ini 16 tahun, Sheila meramalkan dampak replanting baru terasa dalam jangka panjang.

Di peringkat kedua ada anak grup Sampoerna, yaitu PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), dengan laba bersih Rp 361,66 miliar. Menurut analis Mandiri Sekuritas Hariyanto Wijaya, SGRO juga termasuk perusahaan perkebunan yang agresif melakukan penanaman baru.

Rasio pertumbuhan per tahun alias compound annual growth rate (CAGR) SGRO juga cukup baik. Di periode 2007-2010, CAGR perusahaan ini mencapai 17,2%.

PT BW Plantation Tbk (BWPT) juga mencetak kinerja cemerlang dengan laba bersih Rp 170,55 miliar. Gifar Indra Sakti, analis Sucorinvest Central Gani, mencatat lahan matang BWPT lebih sedikit ketimbang perusahaan perkebunan lain. Tapi perseroan ini berhasil meningkatkan produktifitas melalui mekanisasi.

Analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas Willy Gunawan memperkirakan produksi perusahaan perkebunan di semester dua bisa lebih tinggi lagi. Penyebabnya, perusahaan perkebunan biasanya melakukan pemupukan di awal tahun saat masuk musim kemarau. Harapannya pupuk akan meresap di musim hujan. "Tandan buah segar (TBS) bisa dipanen enam bulan kemudian," kata Willy kepada KONTAN, Jumat (12/8).

Harga CPO stabil

Perusahaan perkebunan sempat menikmati lonjakan harga crude palm oil (CPO) di awal tahun, sebelum harganya menurun di kuartal dua. Willy meramalkan harga CPO relatif stabil di sisa 2011.

Memang, permintaan CPO di paruh kedua 2011 akan meningkat, apalagi banyak hari raya di akhir tahun. Tapi produksi yang juga naik membuat permintaan dan pasokan jadi imbang. "Kenaikan harganya tidak akan melebihi 5%-10%," ujar Willy. Dia memprediksi harga CPO di kisaran US$ 1.000 per ton.

Lain halnya dengan palm kernel. Harga produk turunan kelapa sawit ini bakal melejit sebab permintaan tumbuh lebih cepat dibanding produksi. Maklum, extraction rate palm kernel hanya 6%, sehingga pasokan sedikit. Bandingkan dengan CPO yang memiliki extraction rate 23%.

Lain lagi dengan karet. Willy menilai penjualan otomotif global yang turun membuat harga karet tidak bisa naik lebih tinggi lagi. Apalagi Thailand sebagai negara penghasil karet terbesar di dunia akan melakukan replanting besar-besaran, sehingga pasokan karet akan berlimpah.

Hal ini bisa menjadi ancaman bagi PT Jaya Agri Wattie Tbk (JAWA). Sekitar 60% pendapatan perseroan ini di tahun 2010 lalu merupakan pendapatan dari komoditas karet. JAWA sudah menanam karet 90 tahun, dan baru merambah bisnis kelapa sawit di 1999.

Namun analis OSK Nusadana Securities Indonesia Yuniv Trenseno masih optimistis dengan prospek karet. Menurut mereka, permintaan karet alam masih tinggi, karena karet sintetis hanya cocok digunakan di iklim tertentu. "Harga karet alam akan naik untuk jangka waktu panjang," jelas Yuniv.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar