Senin, 27 Juni 2011

TINS akan perbesar porsi di tambang lepas pantai

TINS akan perbesar porsi di tambang lepas pantai
JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) berencana memfokuskan diri pada penambangan timah offshore atau lepas pantai. Manajemen menargetkan, produksi timah dari kawasan lepas pantai setara dengan 70% dari total produksinya.

Penambahan porsi timah lepas pantai ini sejatinya sudah dimulai tahun ini. Wachid Usman, Direktur Utama TINS, memperkirakan, timah offshore akan menyumbang 55% dari total produksi. Angka ini naik dibanding akhir 2010 yang porsinya hanya 20% dari total produksi.

Manajemen TINS memutuskan mengalihkan fokus ke laut untuk menjaga volume produksi. "Berkaca pada kegiatan penambangan tahun lalu ketika penambahan darat banyak menghadapi kendala, terutama cuaca," kata Wachid, pekan lalu. Wachid menjelaskan, kelebihan tambang lepas pantai ini adalah biaya produksi yang lebih murah daripada menambang di darat.

Tahun ini TINS masih melakukan eksplorasi dan mempersiapkan infrastruktur penambangan offshore. Satu langkah perusahaan ini meningkatkan hasil dari offshore adalah membeli dua kapal baru. Kapal itu dilengkapi dengan alat yang mampu mengebor hingga kedalaman 73 meter di bawah permukaan laut (dpl).

TINS juga akan menyelesaikan rencana modifikasi kapal keruk (KK) menjadi bucket wheel dredge (BWD). Rencananya, TINS akan melakukan aktivitas eksplorasi di wilayah Bangka Belitung. Di sana, perusahan akan membangun sampai empat tambang timah berskala besar.

Untuk penyelesaian proyek modifikasi ini, TINS menganggarkan investasi sebesar Rp 40 miliar. TINS juga berniat memperbesar kapasitas galangan kapal. Nilai investasi yang disiapkan untuk agenda tersebut adalah Rp 359 miliar. Semua kebutuhan dana itu sudah tercantum di anggaran belanja modal TINS tahun 2011.

Sumber pendanaannya akan berasal dari kas internal serta pinjaman bank. "Porsi pendanaan kami pertimbangkan 50:50 dari ekuitas dan fasilitas perbankan," kata Krishna Syarief, Direktur Keuangan TINS.

Sebagai informasi, saat ini TINS masih memiliki free cash sebesar

Rp 600 miliar. Perseroan juga memiliki fasilitas standby loan sebesar

Rp 3 triliun dari perbankan. "Kami sudah memiliki fasilitas pinjaman dari Bank Mandiri dan Bank Tokyo Mitsubishi," papar Krishna.

Bisnis aspal

Selain fokus ke pertambangan lepas pantai, TINS juga serius menggarap bisnis aspal. Tahun ini, TINS akan mengakuisisi PT Sarana Karya, sebuah perusahaan plat merah yang memproduksi aspal. "Sampai saat ini kami masih sebatas menjadikan Sarana Karya sebagai mitra bisnis, dengan bekerja sama dalam hal operasi," kata Wachid. Namun, Wachid optimistis tidak akan lama lagi TINS bisa mengakuisisi Sarana Karya.

Dalam catatan KONTAN, niat TINS mengakuisisi Sarana Karya merupakan bagian dari rencana Kementerian BUMN, yang ingin memprivatisasi

PT Sarana Karya. Pemerintah akan melepas 100% sahamnya di produsen aspal alam tersebut.

Katarina Setiawan, Kepala Riset Kim Eng Securities dalam risetnya memberi poin pada peningkatan belanja modal TINS untuk menjalankan berbagai rencananya. Dana ini tak termasuk biaya akuisisi Sarana Karya. "Tahun ini sebesar Rp 1,4 triliun, tahun lalu Rp 1,2 triliun," ujar dia.

Katarina menilai TINS dibayang-bayangi risiko bisnis karena emiten itu terlambat menggeluti sektor hilir. Namun Katarina tetap mempertahankan rekomendasi buy untuk saham TINS dengan target harga Rp 3.300 per saham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar