Jumat, 19 Agustus 2011

Bisa memperbesar margin sekaligus biaya BMRI

Bisa memperbesar margin sekaligus biaya BMRI
JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencetak pertumbuhan kredit tahunan sebesar 26,9% per akhir semester I. Kredit korporasi dan komersial mendominasi, penyaluran kredit BMRI, dengan porsi 72%.

Demi mendongkrak margin lebih besar, BMRI Manajemen berniat meningkatkan porsi kredit ritelnya dari 28% per akhir Juni 2011 menjadi 40% di akhir tahun nanti. Memang, segmen yang meliputi business banking, mikro, dan konsumen ini memberi margin lebih besar untuk mendongkrak pendapatan bunga bersih.

Margin kredit mikro yang diberikan BMRI berkisar antara 22%-23%. "Selisihnya bisa mencapai 10% di atas segmen lain," kata analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas AG Pahlevi, Kamis (18/8).

Sepanjang semester satu, kredit mikro BMRI mencetak pertumbuhan paling pesat. Namun, risiko kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) juga paling tinggi sampai 4,9%.

Menurut Aditya Srinath dan Sunil Garg, analis dari JP Morgan Securities, memperbesar penyaluran kredit mikro bisa membengkakkan biaya umum dan administrasi, akibat penambahan kantor cabang serta tenaga kerja.

Kendati sependapat bahwa kredit mikro butuh biaya tetap lebih tinggi, namun Pahlevi menilai penambahan biaya bisa ditekan dengan mempekerjakan tenaga outsourcing.

Di sektor kredit konsumen, terutama kredit pemilikan rumah (KPR) dan kendaran bermotor, posisi BMRI lumayan stabil setelah memiliki Mandiri Tunas Finance.

"Memperbesar porsi kredit ritel tidak semudah itu. Butuh waktu dua-tiga tahun," ungkap Pahlevi. Apalagi BMRI harus berhadapan dengan dengan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di kredit konsumen serta PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di kredit mikro, dan PT Bank Danamon Tbk (BDMN) di multifinance.

Celah terbesar BMRI terdapat di kredit konsumen karena memiliki biaya dana atau cost fund rendah sehingga bisa menerapkan bunga kredit yang bersaing.

Rahmi Marina, analis Kim Eng Scurities menilai, kredit korporasi dan komersial masih berperan besar menopang pertumbuhan kredit BMRI tahun ini. Pahlevi memperkirakan, segmen ini masih mendominasi, sebesar 70%.

Layanan suara

Agenda ekspansi BMRI menurut tim analis JP Morgan bisa berjalan mulus jika likuiditas BMRI di akhir tahun longgar. Ukurannya adalah loan to deposit ratio (LDR) minimal 78%.

Penyaluran kredit yang lebih tinggi akan menguntungkan BMRI karena mengurangi setoran giro wajib minumum (GWM). Sebagai penghimpun dana murah terbesar kedua, BMRI akan menikmati kenaikan bunga kredit, meski NPL juga berisiko melonjak. Penghimpunan dana BMRI juga tidak sensitif terhadap kenaikan suku bunga karena rasio current account saving account (CASA)-nya merupakan yang kedua tertinggi setelah BBCA. BMRI justru bisa menikmati kenaikan bunga kredit, meskipun NPL beresiko melonjak.

Pahlevi dan Rahmi memberi rekomendasi buy untuk BMRI dengan target harga Rp 9.300 per saham. Pahlevi menghitung, target harga ini mencerminkan rasio price to book value (PBV) 2012 sebesar 3,2 kali. Saat ini, BMRI diperjualbelikan dengan rasio PBV 2,7 kali, lebih murah dibanding historisnya, 3,5 kali.

Menurut Rahmi, rasio price to earning (PE) dan PBV BMRI per akhir 2011 masing-masing 16,8 kali dan 3,2 kali. Tim JP Morgan merekomendasi overweight dengan target harga Rp 7.900 per saham.

Harga BMRI, Kamis (18/8) menguat l,38% menjadi Rp 7.350 per saham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar