Kamis, 11 Agustus 2011

Pasar obligasi di paruh kedua lebih sepi

Pasar obligasi di paruh kedua lebih sepi
JAKARTA. Pasar surat utang korporasi di Indonesia masih ramai. Selama Januari–Juli 2011, nilai penerbitan obligasi dan sukuk korporasi mencapai Rp 27,84 triliun. Jumlah ini naik 15% daripada periode yang sama tahun lalu.

Total ada 32 obligasi dan sukuk baru yang diterbitkan 27 perusahaan selama tujuh bulan pertama tahun ini. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito memerinci, nilai emisi berdenominasi rupiah mencapai Rp 27,41 triliun dan berdenominasi dollar Amerika Serikat senilai US$ 50 juta.

"Ada 30 emisi obligasi konvensional masing-masing Rp 27,21 triliun dan US$ 50 juta. Sedangkan emisi sukuk sebanyak dua perusahaan senilai Rp 200 miliar," ujar Ito di Jakarta, Rabu (10/8).

Dengan tambahan 32 emisi obligasi, maka total jumlahnya menjadi 175 emisi dengan nilai outstanding mencapai Rp 134,78 triliun. Perinciannya, sebanyak 245 seri konvensional senilai Rp 127,93 triliun dan US$ 50 juta, dan 31 sukuk senilai Rp 5,87 triliun.

BEI juga mencatatkan ada tiga kontrak investasi efek beragun aset (KIK-EBA) senilai Rp 971 miliar. Ini berarti telah terjadi peningkatan, baik dalam jumlah emisi, emiten, maupun nilainya masing-masing sebesar 14%, 3%, dan 30% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Meningkatnya jumlah emisi turut mendorong aktivitas transaksi di pasar obligasi, baik konvensional maupun syariah. Instrumen KIK-EBA bahkan semakin likuid.

Hal itu tecermin dari nilai transaksi surat utang selama periode Januari hingga Juli tahun ini yang mengalami peningkatan sebesar 29,03% dibandingkan nilai transaksi di periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp 56,45 triliun.

Nilai transaksi harian pun meningkat 29,92%. Selama tujuh bulan pertama tahun lalu nilai transaksi mencapai Rp 389,33 miliar per hari. Sedangkan rata-rata nilai transaksi harian obligasi korporasi, termasuk KIK-EBA, selama Januari hingga Juli tahun ini mencapai Rp 505,83 miliar.

Bukan hanya itu, frekuensi perdagangan surat utang juga meningkat 14,30% dibandingkan frekuensi di periode yang sama tahun lalu, dari 8.999 kali menjadi 10.286 kali.

Risiko meningkat

I Made Adi Saputra, analis obligasi NC Securities, memprediksi, penerbitan obligasi korporasi di semester kedua tidak akan seramai situasi di paruh pertama tahun ini. Pemicunya adalah gonjang-ganjing pasar global yang berimbas ke pasar dalam negeri.

Sepanjang semester pertama tahun ini, setidaknya ada dua hingga tiga perusahan yang merilis obligasi dalam sebulan. "Tapi di semester kedua mungkin hanya satu perusahaan dalam sebulan," ungkap Made.

Para investor tentu akan meminta imbal hasil (yield) yang lebih tinggi sesuai dengan meningkatnya risiko investasi di pasar modal. Kondisi itu jelas akan mengerek cost of fund para penerbit obligasi. Inilah penyebab penerbitan obligasi bakal relatif sepi di lima bulan terakhir tahun ini.

Made menduga investor akan meminta yield obligasi korporasi yang diterbitkan di semester kedua lebih tinggi 0,25% hingga 0,50% daripada yield obligasi yang diterbitkan di semester pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar