Kamis, 18 Agustus 2011

Saham UNSP di Area Beli

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Dengan bisnis inti yang baru, kinerja Bakrie Sumatera Plantations (UNSP) diyakini akan semakin kinclong. Sahamnya juga sudah berada di area layak beli.

Nyaris tak ada saham yang bisa bertahan ketika diterjang gelombang profit taking , pekan lalu. Namun di sela-sela ramainya komentar tentang indeks yang jumpalitan, ada sebuah isu yang menjadi perhatian investor. Kabar yang berkaitan dengan Bakrie Sumatera itu, belakangan, semakin santer terdengar.

Konon, ada satu mitra strategis asing yang tertarik dan akan masuk ke perusahaan perkebunan ini. Sang mitra, yang identitasnya belum diumumkan ini, diberitakan akan masuk dengan membeli saham berkode UNSP tersebut di harga Rp700.

Berita ini langsung diterkam pasar. Harga UNSP pun, beberapa hari terakhir ini terus merangkak naik, dari Rp365 (9/8) ke Rp405 (18/8). Artinya, kendati sudah menguat, masih jauh dari target Rp700.

Tanpa adanya isu investor strategis pun, saham ini sebenarnya cukup menarik untuk dikoleksi. Pemicunya, UNSP kini tengah berproses untuk mengganti core business-nya, dari minyak sawit mentah (CPO) ke oleokimia.

Inilah yang membuat sang mitra strategis tertarik untuk masuk. Bisnis inti baru ini telah dirintis sejak akhir tahun lalu. Untuk membangun pabrik pengolahan alkohol berkapsitas 140 ribu ton dan asam lemak (fatty acid) 160.000 ton per tahun, perseroan telah menginvestasikan dana US$40 juta atau 80% dari total belanja modal (capex) 2011.

Untuk tahun ini, kontribusi oleokimia ditargetkan mencapai 20-30% dari total penjualan perseroan. Angka ini akan terus meningkat seiring naiknya utilisasi kapasitas produksi. Sehingga di 2012, hasil penjualan oleokimia sudah mendominasi pendapatan perusahaan hingga 80%.

Nah, jika target tersebut terealisir, “Pendapatan perusahaan bisa naik tiga kali lipat dari tahun ini,”kata Harry M Nadir, Direktur Keuangan UNSP. Tahun ini, manajemen menargetkan pendapatan sebesar Rp5 triliun alias 66,66% di atas pendapatan tahun lalu. Jadi, kalau begitu berarti target tahun depan adalah sebesar Rp15 triliun.

Sebuah optimisme yang tidak berlebihan, tampaknya. Sebab, harga oleokimia memang lebih tinggi ketimbang CPO. Jika harga sawit mentah berkisar US$1.044 per ton, maka dalam bobot yang sama asam lemak laku dijual US$1.400 dan alkohol US$2.400. Sudah harganya lebih menawan, dua produk ini juga tidak terkena pajak ekspor.

Dengan adanya core business yang baru, apakah UNSP akan meninggalkan CPO? Tidak juga, ternyata. Menurut Harry, perseroan akan tetap melayani pelanggan-pelanggan besarnya, seperti Wilmar dan Musim Mas.

Apalagi, tahun ini CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi oleokimia hanya 60% saja. Sehingga sisanya, yang 40%, masih bisa dijual kepada trader. Manajemen memperkirakan, minyak sawit mentah yang diproduksi perseroan tahun ini akan meningkat 33% menjadi 360 ribu ton. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar