Rabu, 13 Juli 2011

Tiru China, Pemerintah Ingin Listrik di Mal Pakai Tenaga Matahari

Jakarta - Pemerintah terus meningkatkan komitmennya mengembangkan energi alternatif di Indonesia. Pemerintah ingin mal-mal di kota besar menggunakan listrik dari tenaga matahari atau tenaga surya.

Pelaksana Harian Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Kementerian ESDM Kardaya Warnika mengatakan, pihaknya telah mengusulkan agar listrik yang dipakai di pusat perbelanjaan tidak lagi berasal dari PLN, namun diganti listrik dari tenaga surya.

Jadi nanti di atas atap mal-mal yang berada di kota-kota besar akan dipasang panel surya untuk pembangkit listriknya.

"Indonesia itu kan dilalui garis Khatulistiwa sehingga banyak matahari. China saja yang negara subtropis pakai itu," kata Kardaya seperti dikutip dari situs Kementerian ESDM, Rabu (13/7/2011).

Kardaya mengatakanm, Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp 134,6 triliun untuk mengembangkan energi baru terbarukan hingga 15 tahun ke depan. Hal itu tersebut tercantum dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

Dana tersebut akan dialokasikan untuk pengembangan energi baru terbarukan di lima koridor yaitu Sumatera Rp 25,06 triliun, Jawa Rp 86,3 triliun, Sulawesi Rp 15,77 triliun, Bali-Nusa Tenggara 2,64 triliun, serta Papua-Maluku Rp 4,83 triliun.

Kardaya mengatakan pengembangan energi baru terbarukan merupakan program prioritas pemerintah untuk memasok energi alternatif bagi masyarakat. "Dana itu untuk investasi infrastruktur maupun untuk pembangkitnya," ujar Kardaya.

Menurut dia pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan di masyarakat dengan melakukan berbagai inovasi. Salah satunya yaitu mengganti lampu-lampu penerangan jalan di seluruh Indonesia dengan lampu penerang jalan tenaga surya (solar cell).

Sementara untuk pengembangan bahan bakar nabati, lanjut Kardaya, pemerintah akan lebih mengutamakan pengembangan biofuel dengan bahan baku yang tidak dimanfaatkan untuk pangan seperti cangkang kelapa sawit dan jarak.

"Kalau bahan baku biofuelnya bisa dimakan, maka akan berkompetisi dengan industri makanan sehingga harga beli bahan baku lebih tinggi," pungkasnya.
(dnl/hen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar