Rabu, 13 Juli 2011

Lelang sukuk berakhir tanpa ada hasil

JAKARTA. Kondisi pasar global yang terbekap sentimen negatif dari Eropa membawa imbas buruk ke lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Lelang SBSN atau sukuk, Selasa (12/7), berakhir tanpa hasil. Pemerintah tidak mengambil tawaran penempatan dana yang diajukan peserta lelang.

Sejatinya, nilai penawaran yang masuk di lelang kemarin cukup besar, Rp 1,22 triliun. Nilai itu melampaui target indikatif lelang SBSN yang dipatok pemerintah, Rp 1 triliun. Sukuk seri IFR0005 serta IFR0010 menjaring tawaran dengan nilai terbesar, masing-masing Rp 561 miliar serta Rp 447 miliar.

Sukuk seri lain, IFR0007 dan IFR0006, masing-masing menjaring minat senilai Rp 104 miliar dan Rp 109 miliar. "Sesuai kewenangan yang diberikan Undang-Undang, kami menetapkan tidak ada penawaran yang kami menangkan," demikian penjelasan Kementerian Keuangan.

Para analis memperkirakan, alasan pemerintah tak mengambil satu pun penawaran karena yield yang diminta terlalu tinggi. I Made AS, Analis Obligasi NC Securities, menduga para investor meminta yield tinggi karena pasar finansial di Eropa yang kembali bergejolak. "Investor mengantisipasi risiko dari awal dengan meminta yield tinggi," kata dia. Jika memenuhi permintaan peserta lelang, bisa dipastikan pemerintah harus menanggung biaya pendanaan yang mahal.

Tengok saja, tawaran terendah yield investor untuk IFR0005 mencapai 7% per tahun. Di pasar sekunder, sukuk sejenis menawarkan yield hanya 6,85%- 6,95% per tahun.

Permintaan imbal hasil untuk IFR0010 di lelang kemarin berkisar 8,87%-10% per tahun. Padahal di pasar sekunder, yield sukuk sejenis masih berkisar 8,5%-8,9% per tahun. "Permintaan yield terlalu tinggi," imbuh Ariawan, analis obligasi BNI Securities.

Faktor lain, menurut dia, pemerintah masih memiliki sumber pendapatan lain untuk menyokong anggaran belanja negara. Misalnya, dari lelang Surat Utang Negara (SUN), juga penerbitan Obligasi Ritel Indonesia.

CDS terus naik

Iman MS, Analis Obligasi Trimegah Securities, menambahkan, saat ini transaksi obligasi di pasar sekunder tengah sepi. Meningkatnya ketidakpastian global akibat ancaman meluasnya krisis utang di Eropa bisa melesukan lelang SUN yang akan datang. "Pasar menunggu kepastian sikap Uni Eropa mengatasi krisis," ujar dia.

Ariawan menilai, dampak Eropa tidak akan sebesar ini terhadap lelang SUN nanti. Minat asing ia perkirakan masih akan tinggi pada instrumen ini. "Sedangkan sukuk, peminatnya terbatas investor lokal," imbuh I Made.

Namun, pamor SUN bisa pudar jika ketidakpastian yang berpangkal di Eropa semakin parah. Kemungkinan ini terbuka mengingat saat ini saja persepsi investor asing terhadap risiko investasi di Indonesia kian memburuk.

Credit Default Swap (CDS) Indonesia terus naik. CDS tenor lima tahun terkerek dari 135,865 menjadi 140,530. Sedang CDS 10 tahun melonjak dari 190,425 ke 196,990. "Jika ketidakpastian terus berlanjut, CDS 10 tahun bisa menyentuh 200," ujar Iman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar