Rabu, 24 Agustus 2011

Bursa Saham AS Bearish 15 Tahun ke Depan?

Medium
INILAH.COM, Jakarta - Para ekonom The Fed memprediksikan, pasar saham akan mengalami tren penurunan (bearish) setidaknya hingga 15 tahun ke depan. Apa pasal?

Secara historis, data menunjukkan hubungan yang kuat antara distribusi usia populasi AS dan kinerja pasar saham. Sebuah tren demografi utama adalah penuaan generasi baby boom. Seperti diketahui, ledakan generasi bayi yang lahir antara 1946 dan 1964 berdampak besar pada perekonomian AS.

Hal ini pun tampaknya akan terus berlanjut, dimana baby boomer secara bertahap melalui fase bekerja dan kemudian masa pensiun selama dua puluh tahun ke depan.

Ini berarti, saat mencapai usia pensiun, generasi ini cenderung beralih dari membeli saham ke penjualan kepemilikan ekuitas untuk membiayai pensiun. Kekhawatiran yang muncul adalah aksi jual besar-besaran ini akan menekan nilai ekuitas. Model statistik menunjukkan bahwa pergeseran ini bisa menjadi faktor menahan penilaian ekuitas selama dua dekade berikutnya.

Banyak baby boomer yang sudah mendiversifikasi portofolio aset mereka dalam persiapan pensiun. Namun, yang membingungkan, pensiunnya generasi ini mulai menekan pasar saham yang sedang pulih dari krisis keuangan baru-baru ini. Hal itu pun berpotensi memperlambat kecepatan pemulihan.

Para ekonom The Fed San Francisco meneliti sejauh mana penuaan penduduk AS menciptakan pembalikan arah untuk pasar saham. Mereka meninjau bukti statistik mengenai hubungan historis antara demografi AS dan nilai ekuitas, serta memeriksa implikasi tren demografis untuk masa depan nilai ekuitas.

Para peneliti dari divisi ekonomi, Liu Zheng dan Mark M. Spiegel berusaha mengukur implikasi. Kesimpulan yang diperoleh adalah rasio P / E sebenarnya harus turun dari sekitar 15 pada 2010 menjadi sekitar 8,3 pada 2025.

Selain itu, jalur model untuk harga real stock, mengimplikasikan tren demografi yang cukup bearish. Harga real stock mengikuti tren pelemahan sampai 2021.

Kesimpulan lain adalah, bahwa dari sisi positif, dengan rebound rasio kematian generasi baby boomers pada 2025, ada pemulihan harga saham yang kuat. Pada 2030, perhitungan kami menunjukkan bahwa nilai riil ekuitas akan 20% lebih tinggi dibandingkan 2010.

"Kami melihatnya sebagai upaya dari pembalikan, dimana ekonomi berupaya untuk pulih," ujar Spiegel.

Namun, pengamat ekonomi Bruce Krasting menilai kesimpulan ini menghebohkan. Terutama pada poin market cenderung melemah 15 tahun ke depan, dengan kelipatan akan turun 50%. Namun, Ia menyukai kabar baik dari laporan tersebut, bahwa saham mungkin akan menguat 20% ketimbang 2010, meskipun perbaikan itu membutuhkan waktu setidaknya 20 tahun.

Menurut Krasting, ini adalah ucapan terburuk The Fed. Ia pun menilai, para pemikir ini telah sepenuhnya salah. Terutama karena berpikir bahwa kunci untuk memiliki ekonomi yang lebih kuat adalah harga saham yang lebih tinggi. Ini menyebabkan seluruh upaya dihabiskan untuk mencapai cara-cara menjaga S & P tetap landai.

“Saya pikir itu adalah cara lain. Jika ekonomi itu harus tumbuh, wajar menganggap harga saham mungkin meningkat. Ini benar-benar sulit untuk berasumsi, bahwa upaya untuk menyulap saham yang lebih tinggi, akan mengarah pada ekonomi yang lebih kuat,” tukasnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar