Kamis, 04 Agustus 2011

Kepasitas produksi mentok, pasar SMGR tergerus

Kepasitas produksi mentok, pasar SMGR tergerus
JAKARTA. Kapasitas produksi yang terbatas menggerus pangsa pasar PT Semen Gresik Tbk. Mengutip data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), pangsa pasar SMGR per akhir Juni 2011 hanya 40,8%.

Memang, porsi pasar yang dikuasai SMGR masih lebih tinggi daripada produsen semen yang lain. Namun angka itu lebih rendah daripada market share SMGR di akhir paruh pertama tahun lalu, yaitu 42,7%.

Sonny John, analis Ciptadana Securities menilai, SMGR berpeluang menggenjot kembali penjualannya setelah dua pabrik barunya beroperasi. Pembangunan pabrik Tonasa V di Sulawesi Selatan serta Tuban IV di Jawa Timur masih berlangsung.

Kedua pabrik ditargetkan beroperasi awal tahun depan. Masing-masing dirancang berkapasitas produksi 2,5 juta ton per tahun, dengan utilisasi tahap awal berkisar 60%-70%.

Budi Rustanto, analis Valbury Asia Securities optimistis, pembangunan pabrik SMGR berlangsung sesuai jadwal. Hingga akhir Mei, dua pabrik itu sudah 84% jadi. Seperti Baik untuk pabrik Tonasa maupun Tuban.

Sonny, dan Budi menyebut mengatakan, dengan tambahan pabrik baru akan bisa menjadi energi, SMGR menaikkan bisa merebut kembali pangsa pasarnya. Pendapat serupa diutarakan oleh Budi. "Penurunan pangsa pasar terjadi karena keterbatasan kapasitas, sehingga SMGR sulit mendongkrak volume penjualan," kata Budi, Rabu (3/8).

Namun, karena kedua pabrik baru memproduksi tahun depan, Budi memperkirakan pangsa pasar SMGR di sisa tahun ini tidak bisa naik lagi. Dua kompetitor terdekat SMGR, PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) dan PT Holcim Indonesia Tbk (INTP) saat ini memiliki utilisasi lebih tinggi.

Kedua pabrik baru SMGR akan memasok semen untuk kawasan Indonesia timur. "Meskipun penjualan terbesar di Pmasih didominasi pulau Jawa, tapi SMGR merupakan satu-satunya emitan semen yang memiliki fasilitas produksi di kawasan Indonesia timur," kata Budi.

Marjin tertekan

Kedua pabrik baru SMGR akan memasok semen untuk kawasan Indonesia timur. "Meskipun penjualan terbesar di Pulau Jawa, tapi SMGR merupakan satu-satunya emitan semen yang memiliki fasilitas produksi di kawasan Indonesia timur," kata Budi.

Pertumbuhan laba bersih year-on-year SMGR di semester satu juga tidak istimewa, hanya 15,7%. Stanley dan Irwan Budiarto, analis Kresna Securities menyebut kinerja SMGR mengecewakan. Margin keuntungan SMGR per akhir Juni 2011 hanya 45,7%, turun 0,6% dari margin per akhir kuartal I.

Pemicunya, kompetisi ketat membuat average selling price (ASP) domestik hanya naik sebesar 1,2% menjadi Rp 818 per kilogram (kg). ASP ekspor yang melesat 20,2% menjadi US$ 69 per ton rupanya tidak banyak berpengaruh.

Berdasarkan tren historis, Stanley dan Irwan memproyeksikan, konsumsi semen nasional tahun depan hanya tumbuh 1,2% menjadi 46,6 juta ton. Permintaan yang melambat bisa memicu kompetisi harga lebih sengit. Imbasnya, margin kotor SMGR diprediksi turun menjadi 46,1% di tahun ini serta 44,6% untuk tahun depan.

Namun Budi menilai, ancaman penurunan margin tidak cuma membayangi SMGR saja, tetapi seluruh produsen semen. Penyebabnya, biaya energi yang melonjak.

Ketiga analis merekomendasikan buy untuk SMGR. Target harga Budi Rp 11.500 per saham. Target harga Meskipun menurunkan target harga, Stanley dan Irwan menargetkan harga SMGR Rp 10.500 per saham berdasarkan price to earning (PE) di akhir 2011 sebesar 13,8 kali.

Sonny juga memasang target harga Rp 10.500 per saham, yang mencerminkan rasio PE sebesar 14,4 kali. Harga SMGR, penutupan Rabu (3/8) turun 2,12% menjadi Rp 9.250 per saham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar