Rabu, 18 Mei 2011

Sukuk global bisa menjadi alternatif

JAKARTA. Pemerintah berniat menerbitkan obligasi syariah atau sukuk global pada awal semester kedua tahun ini. Para analis memperkirakan penerbitan sukuk global bakal berjalan mulus.

"Sukuk global bisa menjadi instrumen alternatif untuk investor," ujar Helmi Therik, Analis Obligasi AAA Securities pada KONTAN, pekan lalu.

Pemerintah belum mempublikasikan secara resmi berapa nilai sukuk global yang akan dirilis. Tapi Helmi yakin permintaan terhadap instrumen investasi syariah masih mengalami pertumbuhan.

Sejak 2003 sampai sekarang, pertumbuhan nilai penerbitan obligasi syariah baru lebih tinggi dibandingkan dengan surat utang konvensional gres. Apabila obligasi konvensional meningkat 17%-18% per tahun, maka obligasi syariah bertambah 35% per tahun.

Pertumbuhan dua kali lipat tidak terelakkan lantaran penerbitan obligasi syariah terus berlanjut. Apalagi permintaan investor terhadap aset syariah itu semakin tinggi. Imbal hasil sukuk global juga lebih menarik di mata para investor.

Investor Timur Tengah

Ariawan, Analis Obligasi NISP Securities, juga melihat permintaan sukuk global masih ada, khususnya dari kawasan Timur Tengah dan Asia. "Kita bisa berkaca dari penerbitan sukuk global yang dilakukan pemerintah pada 2009 lalu, yang mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed)," ujar dia.

Dus, Ariawan optimistis lelang sukuk global pada tahun ini lebih sukses daripada tahun sebelumnya. Pemodal asing memang masih tertarik dengan sukuk. Hal itu bisa dilihat dari hasil lelang sukuk dalam negeri yang sudah berjalan sejak awal tahun ini. Setiap lelang, permintaan selalu melampaui penawarannya.

Ariawan juga melihat dari sisi return, tawaran obligasi terbitan pemerintah Indonesia masih lebih baik dibanding negara sekitar. "Return kita lebih tinggi dari Thailand, Filipina, dan Vietnam," jelas dia.

Ambil contoh, obligasi dengan tenor 10 tahun. Di Filipina return-nya hanya 1,4%, sedangkan di Indonesia mampu mematok return 1,52%. Tren tersebut tak lepas dari kondisi inflasi Indonesia yang rendah tahun ini.

Dari segi momentum, Ariawan dan Helmi menilai tahun ini adalah saat yang tepat menerbitkan obligasi. Meski pemerintah memundurkan rencana penerbitan sukuk global dari semula semester pertama menjadi awal semester kedua, hal itu bukan masalah.

Helmi menilai, mundurnya jadwal penerbitan lebih karena pertimbangan likuiditas sukuk global cukup tinggi. "Cost of fund pemerintah bisa rendah," kata Helmi.

Ariawan memperkirakan pada Juli-Agustus nanti yield obligasi akan relatif bagus. Investor yang berminat juga tak hanya perusahaan berbasis syariah. "Investor konvensional juga mulai ikut lelang," imbuh dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar