Selasa, 14 Juni 2011

Bursa rebah menanti nasib stimulus AS

Bursa rebah menanti nasib stimulus AS
JAKARTA. Tenaga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rupanya belum cukup kuat untuk keluar dari zona merah. Di awal pekan ini, indeks kembali melemah 1,03% menjadi 3.748,76.

Dus, selama sepekan terakhir indeks melemah tanpa jeda. Kondisi ini seakan membuka ingatan tentang apa yang terjadi di kuartal ketiga 2008. Bursa rontok terinfeksi kepanikan di pasar global, akibat kebangkrutan Lehman Brothers.

Tapi memang, situasi yang terjadi kini belum separah tiga tahun lalu. "Saya melihatnya sebagai profit taking bukan panic selling," kata Irwan Ariston, pengamat pasar modal, Senin (13/6).

Nico Omer Jonckheere, Vice President, Research & Anlysis Valbury Asia menilai, pelemahan indeks mirip siklus yang dipengaruhi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Dalam waktu dekat, otoritas moneter AS memang akan memutuskan kelangsungan quantitative easing (QE) tahap kedua.

Nico menganalogikan, program pengucuran stimulus tersebut bak narkoba bagi pasar AS. Ekonomi AS sakau tanpa QE. Di lain pihak, stimulus tidak menyembuhkan perekonomian AS.

Kondisi bursa AS yang sedang panas demam menularkan sentimen negatif ke bursa lain. "Harus diingat, bursa saham dan fundamental ekonomi itu berbeda. Bursa terkena sentimen global meski fundamental kuat," kata dia.

Andai kondisi global tidak membaik, atau data ekonomi AS selanjutnya tidak menggembirakan, Irwan memperkirakan, IHSG akan terus turun. "Tahap awal, mungkin akan tergerus 10%-15% ke 3.300-3.500," kata dia.

Perhitungan Irwan mengacu pada kondisi 2008 lalu, ketika kondisi fundamental nasional cukup kuat namun bursa dalam negeri akhirnya terseret imbas krisis likuiditas global. "Perkiraan saya, 3.300-3.500 menjadi support yang kuat," kata dia.

Kabar dalam negeri tak kalah buruknya. Spekulasi tentang kebijakan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi serta ancaman inflasi di semester II menjegal peluang indeks menguat.

Irwan menyarankan investor yang ingin mereguk untung di saat bursa sedang lesu, melakukan trading, dalam waktu satu sampai lima hari.

Adapun Nico memperkirakan penurunan indeks akan terjadi sampai pengumuman QE tahap ketiga. Sampai saat itu tiba, kata Nico, adalah saatnya berburu saham murah. Dia yakin, bank sentral AS akan tetap berusaha menopang bursa. "Jadi, setiap penurunan pasar merupakan peluang emas membeli di level rendah," kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar