Selasa, 14 Juni 2011

Data-data China dan Jepang Selamatkan Rupiah

Headline
INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (14/6) ditutup menguat tipis 4 poin (0,04%) ke level 8.533/8.535 per dolar AS dari posisi kemarin 8.537/8.542.

Periset dan analis senior PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan, penguatan rupiah hari ini dipicu oleh data-data ekonomi China yang dirilis hari ini yang secara umum positif. Semua itu menjadi fokus pasar di sesi Asia.

Memang, lanjut Firman, inflasi China dirilis di level 5,5% yang merupakan level tertinggi dalam 34 bulan. Kondisi itu, memberikan argumen bagi Bank Sentral China untuk melanjutkan pengetatan moneter negeri Tirai Bambu itu.

Pada akhirnya, akan memukul perekonomian di China. Tapi, data industrial output menunjukan angka yang melegakan pasar. "Karena itu, sepanjang perdagangan rupiah mencapai level terkuatnya 8.530 dan terlemahnya 8.540 per dolar AS,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (14/6).

Inflasi China, seharusnya memang menjadi sentimen negatif. Apalagi, hari ini pada sesi awal bursa Eropa, The People's Bank of China (PBoC) menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) ke level 21,5% yang efektif pada 20 Juni 2011.

Tapi, di sisi lain, memang industrial output China melambat menjadi 13,3% dari data sebelumnya 13,4%. Begitu juga dengan data retail sales yang dirilis 16,9% dari sebelumnya 17,1%. "Tapi, dua data ini menunjukkan bahwa konsumen China tidak begitu terpengaruh pengetatan moneter maupun fiskal Beijing," tandasnya.

Apalagi, penyaluran kredit di China berkurang sehingga money supply-nya juga berkurang. Akibatnya, kekhawatiran atas overheating di China juga berkurang. "Artinya, meski China melakukan pengetatan moneter, konsumen China masih berbelanja yang juga berarti, daya beli China masih tinggi," tuturnya.

Karena itu, dia menegaskan, walaupun data industrial output dan retail sales China tidak sebagus sebelumnya, tetap memberikan harapan akan masih tingginya pertumbuhan ekonomi China. "Apalagi, data investasi China yang meningkat ke level 25,8% dari sebelumnya 25,4%," ungkapnya.

Karena itu, dikatakan Firman, pasar bereaksi positif atas data China. Pada saat yang sama, Bank Sentral Jepang (BoJ) mempertahankan suku bunga rendah di level 0-0,1% dan tetap mempertahankan stimulus moneternya. "Kombinasi data China dan Jepang memberikan sentimen positif," imbuhnya.

Hanya saja, Firman menggarisbawahi, memburuknya situasi Yunani cukup membebani pergerakan rupiah dan bursa saham. Terutama, setelah Standar & Poor's Rating Service memangkas peringkat utang jangka panjang Yunani dari B menjadi CCC yang merupakan level terendah peringkat kredit dibandingkan negara manapun. "Sebab, level itu sudah berada di bawah kategori 'sampah'," paparnya.

Namun, sentimen Yunani itu sedikit terobati oleh penguatan poundsterling setelah Inggris merilis data inflasi di level tinggi 4,5% dari level yang sama sebelumnya. Angka itu masih berada di atas target Bank of England di level 2%. "Itulah yang memicu pergerakan rupiah hari ini yang secara umum masih variatif (mixed) karena terjadi tarik menarik sentimen positif-negatif," urainya.

Alhasil, dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). "Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan melemah ke level US$1,4436 dari sebelumnya US$1,4415 per euro," imbuh Firman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar