Selasa, 09 Agustus 2011

Pemerintah Mengaku Siapkan Dana Mitasi Krisis Ekonomi Rp 103 Triliun

Gb
Jakarta - Antisipasi krisis ekonomi, pemerintah Indonesia menyiapkan dana mitigasi Rp 103,1 triliun pada APBN-P 2011. Dana tersebut dialokasikan dalam empat pos anggaran. Selain itu, pemerintah merencanakan pembelian kembali (buyback) obligasi negara sebesar Rp 3,07 triliun.

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro menyebutkan dalam APBN-P 2011 pemerintah mengalokasikan anggaran belanja yang polanya diarahkan untuk memitigasi krisis ekonomi.

Pertama, mengalokasikan dana cadangan risiko perubahan asumsi makro dan stabilisasi harga Rp 4,7 triliun. Kedua, melalui pos belanja bantuan sosial sebesar Rp 81,8 triliun yang digunakan untuk mendanai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan mitigasi bencana alam.

Ketiga melalui anggaran subsidi pangan Rp 15,3 triliun. Keempat, pemberian beras untuk rakyat miskin atau Raskin ke-13 sebesar Rp 1,3 triliun.

"Selain itu, pemerintah menyiapkan pula sejumlah langkah mitigasi krisis. Yaitu melalui buyback SBN, lalu bond stabilization framework, dan juga ada manajemen protokol krisis," jelasnya dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Selasa (9/8/2011).

Menurut Bambang, risiko investasi Indonesia mengalami kenaikan belakangan ini karena sentimen global yang bermuara dari krisis utang di Amerika Serikat dan Eropa. Hal itu tercermin dari meningkatnya credit default swap (CDS) Indonesia untuk yang berjangka waktu 10 tahun, dari 186.46 per 31 Juli 2011 menjadi 202,75 pada 5 Agustus 2011, dan 240,37 pada 8 Agustus 2011.

"CDS Indonesia kira-kira hampir sama dengan Filipina yang sebesar 234.98, serta Turki 231.11. Jadi memang ada peningkatan risiko, tapi kenaikan risikonya masih pada tahap bisa di-manage," ujarnya.

Bambang menyatakan meningkatnya risiko juga bisa dilihat dari penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang juga memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

"Bursa terpengaruh signifikan tapi rupiah terkontrol," jelasnya.

Di tempat yang sama, Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menyatakan pada dasarnya pasar obligasi negara bisa merefleksikan keyakinan pelaku pasar terhadap pemerintah. Saat ini obligasi negara sebesar Rp 690 triliun dipegang oleh investor institusi di pasar domestik, seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksa dana, dan perorangan. Sementara sisanya, sekitar Rp 249 triliun dipegang oleh asing.

"Jadi kalau krisis di pasar SBN, itu dampak yang terjelek dua itu. Yang pertama cost of borrowing (biaya Utang) pemerintah naik dan akan membebani APBN, dan kedua reversal, karena Rp 249 triliun SBN yang dipegang asing mungkin sebagian akan keluar,” ujarnya.

Namun, jelas Rahmat, sejauh ini belum ada indikasi terjadinya krisis di pasar surat utang negara (SUN). Untuk mengantisipasi itu, pemerintah sudah memiliki krisis manajemen protokol dan menyiapkan kebijakan buyback SBN.

"Situasi pasar masih normal, namun kita harus waspadai prakrisis dan krisis. Kemarin terjadi nett sell asing sebesar Rp 3,86 triliun, dan hari ini turun jadi Rp 1,24 triliun. sebelumnya, Jumat (pekan lalu) Rp 663 miliar,” pungkasnya.

Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang mengungkapkan pemerintah merencanakan buyback SBN pada tahun ini sebesar Rp 3,07 triliun. Dari rencana tersebut, sejauh ini realisasinya baru sebesar Rp 367,2 miliar.

(nia/dnl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar