Senin, 08 Agustus 2011

Negara G20 Sepakat Tak Panik Hadapi Krisis Utang AS

Gb
Jakarta - Indonesia dan negara-negara anggota G20 bersatu menghindari kepanikan di pasar global imbas kebijakan utang Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan, negara-negara anggota G20 secara rutin melakukan komunikasi melalui saluran telepon untuk membicarakan kondisi ekonomi dunia terkini.

"Intinya kita rutin di level deputi itu melakukan conference call. Misalnya, pada saat tsunami. Mereka conference call. Pada saat sekarang ini mengamati debt ceiling (batas atas utang) juga conference call," ujar Agus Marto saat ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Senin (8/8/2011).

Sementara Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang PS Brodjonegoro membenarkan hal tersebut.

"Pokoknya G20 ingin menunjukan komitmen. G20 ingin menghindari kepanikan pasar global dan mengapresiasi langkah dari Amerika Serikat dan Eropa," ujarnya.

Bambang masih enggan mengungkapkan hasil pembahasan ataupun kesimpulan dari teleconference G20 tersebut.

"Itu kan tidak boleh di-share hasilnya sebelum diumumkan, mungkin hari ini akan diumumkan oleh Perancis sebagai ketuanya," jelasnya.

Bambang menilai langkah antisipasi dari pemerintah Indonesia akan lebih terfokus pada menjaga stabilitas pasar surat utang negara dan ketahanan APBN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk pasar modal, ia mengatakan, pemerintah tidak bisa mengintervensi dan menyerahkannya pada mekanisme pasar.

"Yang penting kami waspada, jangan panik berlebihan. Pokoknya kami punya mekanisme (antisipasi), punya crisis management protocol untuk menjaga SUN. Dan itu akan menjadi prioritas," ujarnya.

Di sisi lain, ia menilai, dampak dari penurunan peringkat kredit AS oleh Standard & Poor (S&P) secara otomatis akan meningkatkan biaya utang negara adidaya tersebut.

"Ada kemungkinan dana-dana (yang harusnya masuk ke AS) cari safe haven. Nah safe haven ini bisa komoditi, bisa (investasi) di emerging market. Jadi dua itu pelariannya,” ujarnya.

Sementara untuk pertumbuhan ekonomi AS, kemungkinan masih akan terganggu dan lambat dan akan sedikit menyenggol aktivitas perdagangan atau ekspor.

"Ekspor (Indonesia) ke AS bukan yang paling besar. Kalau secara region-nya itu (ekspor Indonesia terbesar) ke Asia Timur. Jadi kalaupun (perlambatan ekonomi AS) ada dampaknya (ke Indonesia), memang ada dampaknya, tapi minim lah," tandasnya.

(nia/hen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar